Thursday, 12 March 2015

Mutasi DNA


1.Mutasi Gen (Mutasi Titik/ Point Mutation
Prinsipnya : Mutasi yang mengalami perubahan dimana yang berubah itu materi yang ada di dalam Gen ( Materi didalam gen itu tidak lain adalah Nukleotida = Basa nitrogennya)

2. Mutasi Kromosom ( Mutasi besar /Gross Mutation)
Prinsipnya : Mutasi yang mengalami perubahan dimana yang berubah itu materi yang ada di dalam Kromosom ( Materi didalam kromosom itu tidak lain adalah Gen )

A. Mutasi Gen

Mutasi titik (point mutation) terjadi akibat perubahan pada basa ADN suatu gen. Mutasi ini hanya terjadi di dalam gen.

Macam-macam mutasi gen antara lain:

1. Substitusi
2. Delesi
3. Addisi

1. Substitusi
Bagaimana Substitusi itu ?
Substitusi yaitu mutasi gen yang mengarah ke perubahan kode genetik, bisa terjadi pada Kodogen (DNA) / bisa juga pada kodon (triplet) pada RNA m dari urutan kode basa Nitrogennya, sehingga membawa kesalahan terbentuknya asam amino , Akibat kesalahan terbentuknya asam amino ini membawa dampak ke kesalahan terbentuknya protein , kesalahan terbentuknya enzim karena komponen penyusunnya protein . Akibatnya ya dipastikan terjadi mutasi . Mutasi itu disebut mutasi Gen.

Substitusi ini dibagi 2 berdasarkan perubahannya :
1. Transisi:Jika ada perubahan kode genetik basa purin diganti basa purin ,
basa pirimidin diganti pula basa pirimidin
Mutasi transisi, yaitu suatu pergantian basa purin dengan basa purin lain atau pergantian basa pirimidin dengan basa pirimidin lain; atau disebut juga pergantian suatu pasangan basa purin-pirimidin dengan pasangan purin-pirimidin lain.

Misalnya: seharusnya kan basa nirogen A berpasangan dengan T karena mutasi ternyata A dengan S begitu juga harusnya G berpasangan dengan S, ternyata G berpasangan dengan T.
Perhatikan gambar mutasi gen Substitusi Transisi dan Transversi
a. Mutasi transisi, yaitu suatu pergantian basa purin dengan basa purin , tau basa pirimidin diganti basa pirimidin.

TAGC berubah menjadi TGAC jadi yang berubah AG menjadi GA apa artinya itu ?
basa purin A diganti basa purin G dan basa purin G diganti basa Purin A . OK udah jelas

b. Transversi Jika ada perubahan kode genetik pada nukleotida basa purin digantikan basa pirimidin atau sebaliknya.


2. Insersi / Addisi : Basa Nitrogen mengisi / menyisip diantara urutasn basa sehingga frame mundur kebelakang dan otomatis asam amino yang terbentuk juga akan berubah
jadi Insersi itu terjasi penambahan satu atau lebih pasangan nukleotida pada suatu gen yang berpengaruh pada urutan basa nitrogen sebelumnya .
lihat gambar

d. Delesi, yaitu pengurangan satu atau lebih pasangan nukleotida pada suatu gen.
Kasusnya jelas terjadi penghapusan / kehilangan salah satu basa nitrogen /triplet basa nitrogen sehingga Frame /kerangka urutan basa nitrogen (Frameshift mutations) maju sesuai dengan hilangnya basa nitrogen tersebut , Ya jelas pasti arti pada kode triplet yang diterapkan berbeda


Hal lain yang juga sering terjadi adalah terjadi penambahan atau pengurangan atau substitusi namun ternyata nggak membawa dampak pada pembentukan asam amino yang kemudian dikenal dengan Non sense mutation
Contoh terjadi substitusi A menjadi G dari AAA menjadi AAG maka translationya jadi UUC ini menjadi tidak mengakibatkan perubahan pembentukan protein.karena Kode : UUU (fenilalanin) diganti UUC tetap aja fenilalanin OK

Sekali lagi kasus mutasi gen kenapa bisa mengarah ke terjadinya variasi individu jawabnya karena terjadi suatu reaksi fusi antara mutagen kimia dengan basa nitrogen yang ada sehingga terbentuk senyawa yang berbeda membawa dampak pada perubahan proses translasinya , sehingga berpengaruh pada asam amino yang terbentuk yang otomatis akan mempengaruhi terbentuknya protein yang berbeda sehingga akan berpengaruh pada ketersediaan enzim dan tentu akan mempengaruhi metabolisme jika enzim nya salah .OK

B. MUTASI KROMOSOM
Mutasi kromosom adalah perubahan yang terjadi pada Materi yang ada di dalam kromosom. Materi yang ada didalam kromosom itu adalah Gen jadi Mutasi kromosom bisa terjadi jika ada Gen yang hilang , tambah , urutanya trbalik balik dll yang perubahan itu bisa secara spontan ataupun tidak spontan. Namun tentu bisa juga terjadi pada kromosomnya , bisa kromosomnya jadi bertambah atau berkurang .

Maka Mutasi kromosom dibagi lagi menjadi tiga
1. Abrasi ( Kerusakan kromosom) artinya kromosomnya tetap baik, namun isinya kromosom
(gen) porak poranda
Meliputi :
• Delesi ( hilang gennya)
• Duplikasi ( penambahan gen yang sealel /homolog)
• Translokasi ( penambahan gen yang bukan homolognya
• inversi ( susunan gen yang berpindah kedudukan)
• katenasi ( ujung gen bersatu membentuk lingkaran kemudian bertukar gennya)
2. Aneusomi /Aneuploidi
3. euploidi ( Eu = sejati artinya ploidinya berubah benar benar )

no 2 dan 3 mutasi kromosom yang ditentukann oleh perubahan jumlahnya kromosom , bukan jumlahnya gen seperti pada no 1

untuk lebih jelasnya baca lanjutan di bawah

Mutasi adalah perubahan yang terjadi pada bahan genetik (DNA maupun RNA), baik pada taraf urutan gen (disebut mutasi titik) maupun pada taraf kromosom. Mutasi pada tingkat kromosomal biasanya disebut aberasi. Mutasi pada gen dapat mengarah pada munculnya alel baru dan menjadi dasar bagi kalangan pendukung evolusi mengenai munculnya variasi-variasi baru pada spesies.
Mutasi terjadi pada frekuensi rendah di alam, biasanya lebih rendah daripada 1:10.000 individu. Mutasi di alam dapat terjadi akibat zat pembangkit mutasi (mutagen, termasuk karsinogen), radiasi surya maupun radioaktif, serta loncatan energi listrik seperti petir.
Individu yang memperlihatkan perubahan sifat (fenotipe) akibat mutasi disebut mutan. Dalam kajian genetik, mutan biasa dibandingkan dengan individu yang tidak mengalami perubahan sifat (individu tipe liar atau "wild type").

Macam-macam Mutasi Berdasarkan Sel yang Mengalami Mutasi

Mutasi somatik adalah mutasi yang terjadi pada sel somatik. mutasi ini tidak akan diwariskan pada keturunannya. Mutasi Gametik adalah mutasi yang terjadi pada sel gamet. Karena terjadinya di sel gamet, maka akan diwariskan oleh keturunannya.
Pada umumnya, mutasi itu merugikan, mutannya bersifat letal dan homozigot resesif. namun mutasi juga menguntungkan, diantaranya, melalui mutasi, dapat dibuat tumbuhan poliploid yang sifatnya unggul. Contohnya, semangka tanpa biji, jeruk tanpa biji, buah stroberi yang be sar,dll.
Terbentuknya tumbuhan poliploid ini menguntungkan bagi manusia, namun merugikan bagi tumbuhan yang mengalami mutasi, karena tumbuhan tersebut menjadi tidak bisa berkembang biak secara generatif.

Bahan-bahan yang menyebabkan terjadinya mutasi disebut MUTAGEN. Mutagen dibagi menjadi 3, yaitu:
1. Mutagen bahan Kimia, contohnya adalah kolkisin dan zat digitonin. Kolkisin adalah zat yang dapat menghalangi terbentuknya benang-benang spindel pada proses anafase dan dapat menghambat pembelahan sel pada anafase.
2. Mutagen bahan fisika, contohnya sinar ultraviolet, sinar radioaktif,dll. Sinar ultraviolet dapat menyebabkan kanker kulit.
3. Mutagen bahan biologi, diduga virus dan bakeri dapat menyebabkan terjadinya mutasi. Bagian virus yang dapat menyebabkan terjadinya mutasi adalah DNA-nya.

Macam-macam mutasi berdasarkan bagian yang mengalami mutasi

1. Mutasi titik (Mutasi Gen)
Mutasi titik merupakan perubahan pada basa N dari DNA atau RNA. Mutasi titik relatif sering terjadi namun efeknya dapat dikurangi oleh mekanisme pemulihan gen. Mutasi titik dapat berakibat berubahnya urutan asam amino pada protein, dan dapat mengakibatkan berkurangnya, berubahnya atau hilangnya fungsi enzim. Teknologi saat ini menggunakan mutasi titik sebagai marker (disebut SNP) untuk mengkaji perubahan yang terjadi pada gen dan dikaitkan dengan perubahan fenotipe yang terjadi.
Contoh mutasi gen adalah reaksi asam nitrit dengan adenin menjadi zat hipoxanthine. Zat ini akan menempati tempat adenin asli dan berpasangan dengan sitosin, bukan lagi dengan timin.
2. Aberasi (Mutasi Kromosom)
Mutasi kromosom sering juga disebut dengan mutasi besar/gross mutation atau aberasi kromosom adalah perubahan jumlah kromosom dan susunan atau urutan gen dalam kromosom. Mutasi kromosom sering terjadi karena kesalahan meiosis dan sedikit dalam mitosis.
Aneuploidi adalah perubahan jumlah n-nya. Aneuploidi dibagi menjadi 2, yaitu:
a. Allopoliploidi, yaitu n-nya mengganda sendiri karena kesalahan meiosis.
b. Autopoliploidi, yaitu perkawinan atau hibrid antara spesies yang berbeda jumlah set kromosomnya.
Aneusomi adalah perubahan jumlah kromosom. Penyebabnya adalah anafase lag (peristiwa tidak melekatnya beneng-benang spindel ke sentromer) dan non disjunction (gagal berpisah).

Aneusomi pada manusia dapat menyebabkan:
1. Sindrom Turner, dengan kariotipe (22AA+X0). Jumlah kromosomnya 45 dan kehilangan 1 kromosom kelamin. Penderita Sindrom Turner berjenis kelamin wanita, namun ovumnya tidak berkembang (ovaricular disgenesis).
2. Sindrom Klinefelter, kariotipe (22 AA+XXY), mengalami trisomik pada kromosom gonosom. Penderita Sindrom Klinefelter berjenis kelamin laki-laki, namun testisnya tidak berkembang (testicular disgenesis) sehingga tidak bisa menghasilkan sperma (aspermia) dan mandul (gynaecomastis) serta payudaranya tumbuh.
3. Sindrom Jacobs, kariotipe (22AA+XYY), trisomik pada kromosom gonosom. Penderita sindrom ini umumnya berwajah kriminal, suka menusuk-nusuk mata dengan benda tajam, seperti pensil,dll dan juga sering berbuat kriminal. Penelitian di luar negeri mengatakan bahwa sebagian besar orang-orang yang masuk penjara adalah orang-orang yang menderita Sindrom Jacobs.
4. Sindrom Patau, kariotipe (45A+XX/XY), trisomik pada kromosom autosom. kromosom autosomnya mengalami kelainan pada kromosom nomor 13, 14, atau 15.

5. Sindrom Edward, kariotipe (45A+XX/XY), trisomik pada autosom. Autosom mengalami kelainan pada      bb    kromosom nomor 16,17, atau 18. Penderita sindrom ini mempunyai tengkorak lonjong, bahu lebar pendek, telinga agak ke bawah dan tidak wajar. (http://id.wikipedia.org)

6. Sindrom Down, kariotipe (45A+XX/45A+XY pada kromosom 21), trisomik pada autosom. Ciri anatominya: badan dan kaki pendek, jalan agak lambat, kepala bunder, bibir bawah tebal dan menjorok ke depan, mulut menganga, leher pendek dan besar, telinga kecil, tapak tangan seperti tangan monyet, keterbelakangan mental/idiot.


7. Sindrom Cri Du Chat, ( teriakan kucing ) mengalami delesi pada kromosom no 5 mental tertinggal kepala kecil, tangisan seperti suara kucing. Biasa nya meninggal sekitar bayi sampai dengan anak anak.


Salah satu penyebab mutasi kromosom misalnya adalah radiasi pada kromosom. Akibat dari mutasi kromosom misalnya adalah berbagai kelainan genetik seperti sindrom Wolf-Hirschhorn, sindrom Turner, sindrom Klinefelter, dan lainnya.

* Delesi
Delesi adalah mutasi kromosom di mana sebagian dari kromosom menghilang. Delesi bisa terjadi akibat kegagalan ketika bertranslokasi ataupun tidak kembali menyambungnya bagian kromosom setelah kromosom putus. Salah satu kelainan genetik akibat delesi adalah sindrom Wolf-Hirscchorn di mana terjadi delesi pada lengan-p kromosom 4.
* Duplikasi
Duplikasi adalah mutasi kromosom di mana sebagian dari kromosom mengalami penggandaan (duplikasi). Duplikasi menyebabkan adanya materi genetik tambahan.
* Translokasi
Translokasi adalah tersusun kembalinya kromosom dari susunan sebelumnya. Ada dua macam translokasi yaitu translokasi resiprok dan translokasi Robertsonian. Pada translokasi resiprok, ada dua kromosom yang bertukar materi genetik. Sementara pada translokasi Robertsonian, kedua lengan pendek kromosom hilang dan lengan panjangnya membentuk kromosom baru. Translokasi Robertsonian biasanya terjadi pada kromosom dengan bentuk akrosentrik (kromosom yang letak sentromernya berada mendekati ujung, salah satu lengan pendeknya sangat pendek sehingga seperti tidak terlihat). Translokasi Robertsonian pada manusia terjadi pada kromosom 13, 14, 15, 21, dan 22.
* Inversi
Inversi adalah penyusunan kembali materi genetik kromosom tetapi terbalik dari susunan sebelumnya.
* Formasi cincin
Pada formasi cincin, kedua ujung lengan kromosom berfusi membentuk bulatan seperti cincin. Ada tiga kemungkinan, kedua ujung lengan kromosom akan menghilang kemudian kedua lengan berfusi, hanya salah satu ujung lengan kromosom yang menghilang kemudian kedua lengan berfusi, atau pada kasus yang lebih langka kedua lengan berfusi tanpa adanya penghilangan bagian ujung lengan kromosom.
* Isokromosom
Isokromosom terjadi pada kromosom yang kehilangan salah satu lengannya, kemudian mengkopi lengannya yang tidak hilang. Hasil kopian lengan yang tersisa ini merupakan pencerminan dari lengan kromosom yang tidak hilang.


Aneuploidi adalah kondisi abnormalitas pada jumlah kromosom, baik kelebihan maupun kekurangan. Misalnya jika seorang manusia memiliki jumlah kromosom 45 maka manusia ini mengalami kondisi aneuploidi.
Ada beberapa istilah yang digunakan dalam aneuploidi yaitu:

* Monosomi
Monosomi adalah keadaan di mana hanya terdapat satu kromosom. Monosomi kromosom X pada manusia menyebabkan seorang wanita terkena sindrom Turner.
* Disomi
Disomi adalah keadaan di mana terdapat dua kromosom. Pada manusia yang merupakan organisme diploid, kondisi disomi adalah keadaan normal. Tetapi bagi organisme yang seharusnya memiliki tiga kromosom tetapi hanya memiliki dua kromosom, maka organisme tersebut mengalami aneuploidi.
* Trisomi
Trisomi adalah keadaan di mana terdapat tiga kromosom. Trisomi kromosom menyebabkan berbagai sindrom pada manusia. Salah satunya yang paling sering adalah trisomi kromosom 21 yang menyebabkan sindrom Down. Trisomi yang juga sering terjadi adalah trisomi kromosom 18 (menyebabkan sindrom Edwards) dan trisomi kromosom 13 (menyebabkan sindrom Patau).
* Tetrasomi
Tetrasomi adalah keadaan di mana terdapat empat kromosom. Tetrasomi terjadi misalnya pada kromosom seks (XXXX. XXXY, XXYY, dan XYYY).
* Pentasomi
Pentasomi adalah keadaan di mana terdapat lima kromosom. Pentasomi juga terjadi pada kromosom seks (XXXXX, XXXXY, XXXYY, XXYYY, dan XYYYY).

Mutan itu apa dan bagaiman bisa jadi mutan?
Di atas beberapa pertanyaan terkait mutasi, tapi berikut ini akan lebih khusus dibahas tentang mutasi genetika , bukan tentang x-man, hehe
1. Apa pengertian mutasi?
Jawab:
Mutasi merupakan perubahan yang terjadi pada materi genetik, perubahan ini dapat diwariskan maupun tidak dan perubahan ini dapat dideteksi. Ada beberapa pendapat para ahli tentang mutasi, di antaranya sebagai berikut: Menurut Ayala dkk (1989), mutasi diartikan sebagai suatu proses yang dapat menyebabkan suatu perubahan pada sesuatu gen. Sumber lain menyebutkan mutasi sebagai perubahan materi genetik yang dapat diwariskan dan tiba-tiba (Gardner, dkk, 1991) atau sesuatu perubahan materi genetik yang dapat diwariskan dan yang dapat dideteksi yang bukan disebabkan oleh rekombinasi genetik (Russel, 1992). Adapula yang menyatakan mutasi sebagai proses yang menghasilkan perubahan struktur DNA atau kromosom (Klug dan Cummings, 1994).
2. Kapan mutasi terjadi?
Jawab: Mutasi dapat terjadi kapan saja dan dimana saja.
3. Apa yang dimaksud mutasi spontan dan mutasi terinduksi?
Jawab:
Mutasi spontan adalah mutasi (perubahan materi genetik) yang terjadi akibat adanya sesuatu pengaruh yang tidak jelas, baik dari lingkungan luar maupun dari internal organisme itu sendiri.
Mutasi terinduksi adalah mutasi yang terjadi akibat paparan dari sesuatu yang jelas, misalnya paparan sinar UV.
4. Jelaskan 2 faktor utama penyebab mutasi!
Jawab:
Faktor utama penyebab mutasi adalah
faktor internal: kesalahan metabolisme, kesalahan replikasi DNA akibat tautomeri, penggelembungan.
faktor eksternal: perubahan lingkungan, radiasi sinar UV, radiasi ion, dll.
5. Mengapa tautomer dapat menyebabkan mutasi?
Jawab: Karena tautomer dapat mengakibatkan perubahan posisi proton. Perubahan posisi proton ini mengakibatkan perubahan sifat ikatan nukleotida. Pada purin, ikatan H yang berubah adalah ikatan 3-6 sedangkan pada pirimidin terletak pada ikatan 3-4.
Apabila jumlah atom H yang nantinya akan mengakibatkan ikatan antar basa nitrogen berubah maka kemungkinan besar basa nitrogen-basa nitrogen tersebut tidak akan berikatan dengan pasangannya sehingga terjadilah mutasi.
6. a. Mengapa penggelembungan unting juga dapat menyebabkan terjadinya mutasi spontan?
b. jelaskan mekanisme terjadinya adisi dan delesi!
Jawab:
a. Penggelembungan unting bila terjadi pada unting lama (template) akan menyebabkan delesi pada unting yang baru. Sementara jika penggelembungan terjadi pada unting baru maka unting baru tersebut akan mengalami adisi.
b. Hal ini dapat terjadi karena jika unting lama mengalami penggelembungan, urutan basa nitrogen yang akan melakukan replikasi akan berkurang sesuai dengan jumlah basa nitrogen yang mengalami penggelembungan. Akibatnya, unting baru yang terbentuk akan mengalami delesi (pengurangan basa nitrogen). Sebaliknya, jika yang mengalami penggelembungan adalah unting baru, unting lama (DNA template) akan tetap melakukan replikasi untuk mengganti basa nitrogen yang menggelembung. Akibatnya, unting baru akan mengalami penambahan basa nitrogen.
7. Jelaskan peristiwa-peristiwa kimia apa saja yang dapat menyebabkan terjadinya mutasi spontan.
Jawab:
Peristiwa kimia yang paling umum yang dapat menyebabkan mutasi spontan adalah depurinasi dan deaminasi basa-basa tertentu. Pada peristiwa depurinasi, adenin dan guanin tersingkir dari DNA karena terputusnya ikatan kimia antara purin dan deoksiribose. Pada peristiwa depurinasi, jika tersingkirnya purin itu tidak segera diperbaiki maka pada saat replikasi tidak terbentuk pasangan basa komplementer yang lazim. Yang terjadi adalah secara random basa apapun dapat diadakan. Pada replikasi berikutnya, keadaan tersebut dapat menyebkan mutasi jika basa baru yang diadakan secara acak tersebut tidak sama dengan basa mula-mula.
Sementara pada proses deaminasi, peristiwa yang terjadi adalah tersingkirnya gugus amino dari basa. Contoh dari deaminasi adalah deaminasi sitosin menjadi urasil. Oleh karena urasil merupakan basa nitrogen yang tidak lazim bagi DNA maka sebagian besar urasil tersebut harus segera disingkirkan dan diadakan proses perbaikan untuk mengembalikan sitosin. Apabila urasil tidak segera diperbaiki maka hal itu akan menyebabkan pengadaan adenin pada unting DNA baru hasil replikasi berikutnya, dan sebagai hasilnya adalah terjadinya mutasi berupa perubahan pasangan bsa S-G menjadi T-A.
8. Mengapa transposisi dari transposable element dapat menyebabkan terjadinya mutasi? Berikan bukti hal ini!
Jawab:
Karena transposable elemen merupakan gen yang dapat berpindah-pindah dari satu gen ke gen yang lain atau dari satu kromosom ke kromosom yang lain. Mutasi gen akibat transposisi tersebut terjadi karena adanya insersi ke dalam sesuatu gen. Transposisi tersebut juga dapat mempengaruhi ekspresi gen dengan cara insersi ke dalam urut-urutan pengatur gen. Bukti yang yang paling baik tentang pengaruh transposisi transposable elemen terhadap mutasi adalah terlihat pada Drosophilla yang mengalami mutasi akibat insersi transposable elemen. Contoh alela mutan pada genom Drosophilla antara lain wsp, wa, wbf, whd. Kekempat alela mutan tersebut merupakan alela ganda yang terletak pada lokus W kromosom X. Alela tersebut mengatur ekspresi warna mata. Akibat terjadinya mutasi, ekspresi warna mata pada Drosophilla menjadi berubah tergantung pasangan alela yang baru.
9. Apa yang dimaksud dengan gen mutator?
Jawab:
Gen mutator adalah gen yang ekspresinya mempengaruhi frekuensi mutasi gen-gen lain. Contoh gen mutator adalah mutan mut S pada E. Coli yang menyebabkan terjadinya pergantian purin dengan purin atau pirimidin dengan pirimidin, maupun pergantain purin dengan pirimidin dan sebaliknya.
10. Jelaskan penyebab mutasi dalam lingkungan yang bersifat fisik, kimiawi dan biologis!
Jawab:
Penyebab mutasi dalam lingkungan yang bersifat fisik adalah radiasi dan suhu. Radiasi sebagai penyebab mutasi dibedakan menjadi radiasi pengion dan radiasi bukan pengion. Radiasi pengion adalah radiasi berenergi tinggi sedangkan radiasi bukan pengion adalah radiasi berenergi rendah. Contoh radiasi pengion adalah radiasi sinar X, sinar gamma, radiasi sinar kosmik. Contoh radiasi bukan pengion adalah radiasi sinar UV. Radiasi pengion mampu menembus jaringan atau tubuh makhluk hidup karena berenergi tinggi. Sementara radiasi bukan pengion hanya daat menembus lapisan sel-sel permukaan karena berenergi rendah. Radiasi sinar tersebut akan menyebabkan perpindahan elektron-elektron ke tingkat energi yang lebih tinggi. Ataom-ataom yang memiliki elektron-elektron sedemikian dinyatakan tereksitasi atau tergiatkan. Molekul-molekul yang mengandung atom yang berada dalam keadaan tereksitasi maupun terionisasi secara kimiawi lebih reaktif daripada molekul yang memiliki atom-atom yang berada dalam kondisi stabil. Raktivitas yang meningkat tersebut mengundang terjadinya sejumlah reaksi kimia, terutama mutasi. Radiasi pengion dapat menyebabkan terjadinya mutasi gen dan pemutusan kromosom yang berakibat delesi, duplikasi, insersi, translokasi serta fragmentasi kromosom umumnya.
Penyebab mutasi dalam lingkungan yang bersifat kimiawi disebut juga mutagen kimiawi. Mutagen-mutagen kimiawi tersebut dapat dipilah menjadi 3 kelompok, yaitu analog basa, agen pengubah basa dan agen penyela. Senyawa yang merupakan contoh analog basa adalah 5-Bromourasil (5 BU). 5-BU adalah analog timin. Dalam hubungan ini posisi karbon ke-5 ditempati oleh gugus brom padahal posisi itu sebelumnya ditempati oleh gugus metil. Keberadaan gugus brom mengubah distribusi muatan serta meningkatkan peluang terjadinya tautomerik. Senyawa yang tergolong agen pengubah basa adalah mutagen yang secara langsung mengubah struktur maupun sifat kimia dari basa, yang termasuk kelompok ini adalah agen deaminasi, agen hidroksilasi serta agen alkilasi. Perlakuan dengan asam nitrit, misalnya, terhadap sitosin akan menghasilkan urasil yang berpasangan dengan adenin sehingga terjadi mutasi dari pasangan basa S-G menjadi T-A. Agen hidroksilasi adalah mutagen hydroxammin yang bereaksi khusus dengan sitosin dan menguabhnya sehingga sitosisn hanya dapat berpasangan dengan adenin. Sebagai akibatnya terjadi mutasi dari SG menjadi TA.agen alkilasi mengintroduksi gugus alkil ke dalam basa pada sejumlah posisi sehingga menyebabkan perubahan basa yang akibatnya akan terbentuk pasangan basa yang tidak lazim. Senyawa yang tergolong agen interkalasi akan melakukan insersi antara basa-basa yang berdekatan pada sati atau kedua unting DNA. Contoh agen interkalasi adalah proflavin, aeridine, ethidium bromide, dioxin dan ICR-70,
Penyebab mutasi gen yang disebabkan oleh faktor biologis adalah fag. Efek mutagenik yang ditimbulkan oleh fag terutama berkaitan dengan integrasi DNA fag, pemutusan dan delesi DNA inang. Mutagenesis fag dapat terjadi karena kerusakan DNA akibat pemutusan dan delesi yang mungkin timbul oleh efek nuklease atau karena gangguan perbaikan DNA.
11. Berdasarkan macam sel yang mengalami mutasi. Dibedakan mutasi somatik dan mutasi germinal. Apa perbedaan kedua jenis mutasi tersebut dilihat dari proses dan akibat yang ditimbulkan juga berikan contoh-contohnya!
Jawab:
Mutasi somatik adalah mutasi yang terjadi pada sel-sel somatik sedangkan mutasi germinal adalah mutasi yang terjadi pada sel-sel kelamin. Baik mutasi somatik maupun mutasi germinal dapat diturunkan dan dapat pula tidak diturunkan. Mutasi somataik yang diturunkan apabila mutasi tersebut terjadi pada sel-sel tunas. Labih lanjut, sel-sel tunas tersebut akan berkembang menjadi batang, bunga dan juga biji. Sebagai akibatnya, sel-sel ovum atau sperma yang terbentuk di dalam bunga juga akan menerima efek mutasi tersebut sehingga keturunannya nanti juga akan mengandung gen mutan. Sebaliknya, mutasi somatik yang tidak diwariskan adalah mutasi yang mengenai sel-sel tubuh. Pada mutasi kali ini, gen mutan tidak akan diwariskan pada keturunannya. Sel-sel germinal yang mengalami mutasi, secara otomatis susunan gen sel kelamin akan berubah sehingga berakibat perubahan gen pada keturunannya.
Contoh mutasi somati: mutasi pada sel-sel kulit
Contoh mutasi germinal: mutasi pada gonad
12. Apa yang dimaksud mutasi gen dan mutasi kromosom?
Jawab:
Mutasi gen adalah mutasi yang terjadi dalam lingkup gen sedangkan mutasi kromosom adalah mutasi yang terjadi dalam lingkup koromosom. Peristiwa yang terjadi pada mutasi gen dapat perubahan urut-urutan DNA. Mutasi kromosom terdiri dari perubahan struktur kromosom dan perubahan jumlah kromosom.
13. Jelaskan macam-macam mutasi gen yang spesifik dan jelaskan mekanisme masing-masing!
Jawab:
a. Mutasi pergantian pasangan basa
Perubahan yang terjadi pada suatu gen berupa pergantian suatu pasangan basa oleh pasangan basa lainnya.misalnya pasangan AT diganti oleh GS
b. Mutasi transisi
Suatu pergantian basa purin dengan basa purin lain atau pergantian basa pirimidin dengan basa pirimidin lain; atau disebut juga sebagai pergantian suatu pasangan basa purin-pirimidin dengan pasangan purin-pirimidin lain. Misalnya: AT→GS, GS→AT, SG→TA.
c. Mutasi tranversi
Suatu pergantian antara purin diganti dengan pirimidin pada posisi (tapak0 yang sama.
d. Mutasi misens
Perubahan suatu kode genetik sehinggaa menyebabkan asam amino terkait (pada polipeptida) berubah.
e. Mutasi netral
Pergantian suat pasangan basa yang terkait dengan perubahan suatu kode genetik dan menimbulkan perubahan asam amino terkait tapi tidak sampai mengakibatkan perubahan fungsi protein.
f. Mutasi diam
Perubahan suatu pasangan basa dalam gen yang menimbulkan perubahan satu kode genetik tetapi tidak mengakibatkan perubahan atau pergantian asam amino yang dikode.
g. Mutasi perubahan rangka
Mutasi yang terjadi karena delesi atau adsi sat atau lebih pasang basa alam satu gen.
h. Mutasi titik
Foward mtation : mengubah wild type
Reverse mutation : memulihkan polipeptida
Non fungsonal → fungsional penuh atau sebagian
14. Jelaskan mutasi kromosom dan contoh-contohnya!
Jawab:
Mutasi kromosom yaitu mutasi yang disebabkan karena perubahan struktur kromosom atau perubahan jumlah kromosom
15. Jelaskan 3 makna tentang mutasi berlangsung secara acak!
Jawab:
Mutasi adalah kejadian kebetulan karena merupakan perkecualian yang jarang terhadap keteraturan proses replikasi DNA
Mutasi adalah kejadian kebetulan atau acak, karena tidak ada cara untuk mengetahui apakah suatu gen tertentu akan bermutasi pada suatu sel tertentu atau pada suatu generasi tertentu.
Mutasi adalah kejadian kebetulan, tidak terarah atau acak karena tidak diarahkan untuk kepentingan adaptasi.





BAB XI
MUTASI
• Pengertian Mutasi
• Mekanisme Molekuler Mutasi
• Mutasi Spontan dan Mutasi Induksi
• Estimasi Laju Mutasi Spontan dengan Metode Clb
• Mutagen Kimia dan Fisika
• Mekanisme Perbaikan DNA
• Mutasi Balik dan Mutasi Penekan
• Uji Ames
BAB XI. MUTASI
Fungsi ketiga materi genetik adalah fungsi evolusi, yang agar dapat melaksanakannya materi genetik harus mempunyai kemampuan untuk melakukan mutasi. Peristiwa mutasi atau perubahan materi genetik, di samping segregasi dan rekombinasi, akan menciptakan variasi genetik yang berguna untuk mengantisipasi perubahan kondisi lingkungan yang sewaktu-waktu dapat terjadi.
Pengaruh fenotipik yang ditimbulkan oleh mutasi sangat bervariasi, mulai dari perubahan kecil yang hanya dapat dideteksi melalui analisis biokimia hingga perubahan pada proses-proses esensial yang dapat mengakibatkan kematian sel atau bahkan organisme yang mengalaminya. Jenis sel dan tahap perkembangan individu menentukan besar kecilnya pengaruh mutasi. Selain itu, pada organisme diploid pengaruh mutasi juga bergantung kepada dominansi alel. Dalam hal ini, alel mutan resesif tidak akan memunculkan pengaruh fenotipik selama berada di dalam individu heterozigot karena tertutupi oleh alel dominannya yang normal.
Kita mengenal berbagai macam peristiwa mutasi sesuai dengan kriteria yang digunakan untuk mengelompokkannya. Pada organisme multiseluler dapat dibedakan antara mutasi germinal dan mutasi somatis. Mutasi germinal terjadi pada sel-sel germinal atau sel-sel penghasil gamet, sedangkan mutasi somatis terjadi pada sel-sel selain sel germinal. Mutasi somatis akan menyebabkan terbentuknya khimera, yaitu individu dengan jaringan normal dan jaringan yang terdiri atas sel-sel somatis mutan. Alel-alel hasil mutasi somatis tidak akan diwariskan kepada keturunan individu yang mengalaminya karena mutasi ini tidak mempengaruhi sel-sel germinal. Pada tanaman tingkat tinggi mutasi somatis justru sering kali menghasilkan varietas-varietas yang diinginkan dan untuk perbanyakannya harus dilakukan secara vegetatif.
Mekanisme Molekuler Mutasi
Meskipun tidak selalu, perubahan urutan asam amino pada suatu protein dapat menyebabkan perubahan sifat-sifat biologi protein tersebut. Hal ini karena pelipatan rantai polipeptida sebagai penentu struktur tiga dimensi molekul protein sangat bergantung kepada interaksi di antara asam-asam amino dengan muatan yang berlawanan. Contoh yang paling sering dikemukakan adalah perubahan sifat biologi yang terjadi pada molekul hemoglobin.
Hemoglobin pada individu dewasa normal terdiri atas dua rantai polipeptida α yang identik dan dua rantai polipeptida β yang identik juga. Namun, pada penderita anemia bulan sabit (sickle cell anemia) salah satu asam amino pada polipeptida β, yakni asam glutamat, digantikan atau disubstitusi oleh valin. Substitusi asam glutamat, yang bermuatan negatif, oleh valin, yang tidak bermuatan atau netral, mengakibatkan perubahan struktur hemoglobin dan juga eritrosit yang membawanya. Hemoglobin penderita anemia bulan sabit akan mengalami kristalisasi ketika tidak bereaksi dengan oksigen sehingga akan mengendap di pembuluh darah dan menyumbatnya. Demikian juga, eritrositnya menjadi lonjong dan mudah pecah.
Seperti dikatakan di atas, perubahan urutan asam amino tidak selalu menyebabkan perubahan sifat-sifat biologi protein atau menghasilkan fenotipe mutan. Substitusi sebuah asam amino oleh asam amino lain yang muatannya sama, misalnya substitusi histidin oleh lisin, sering kali tidak berpengaruh terhadap struktur molekul protein atau fenotipe individu. Jadi, ada tidaknya pengaruh substitusi suatu asam amino terhadap perubahan sifat protein bergantung kepada peran asam amino tersebut dalam struktur dan fungsi protein.
Setiap perubahan asam amino disebabkan oleh perubahan urutan basa nukleotida pada molekul DNA. Akan tetapi, perubahan sebuah basa pada DNA tidak selamanya disertai oleh substitusi asam amino karena sebuah asam amino dapat disandi oleh lebih dari sebuah triplet kodon (lihat Bab X). Perubahan atau mutasi basa pada DNA yang tidak menyebabkan substitusi asam amino atau tidak memberikan pengaruh fenotipik dinamakan mutasi tenang (silent mutation). Namun, substitusi asam amino yang tidak menghasilkan perubahan sifat protein atau perubahan fenotipik pun dapat dikatakan sebagai mutasi tenang.
Mutasi yang terjadi pada sebuah atau sepasang basa pada DNA disebut sebagai mutasi titik (point mutation). Mekanisme terjadinya mutasi titik ini ada dua macam, yaitu (1) substitusi basa dan (2) perubahan rangka baca akibat adanya penambahan basa (adisi) atau kehilangan basa (delesi). Mutasi titik yang disebabkan oleh substitusi basa dinamakan mutasi substitusi basa, sedangkan mutasi yang terjadi karena perubahan rangka baca dinamakan mutasi rangka baca (frameshift mutation) seperti telah disinggung pada Bab X.
Apabila substitusi basa menyebabkan substitusi asam amino seperti pada kasus hemoglobin anemia bulan sabit, maka mutasinya dinamakan mutasi salah makna (missense mutation). Sementara itu, jika substitusi basa menghasilkan kodon stop, misalnya UAU (tirosin) menjadi UAG (stop), maka mutasinya dinamakan mutasi tanpa makna (nonsense mutation) atau mutasi terminasi rantai (chain termination mutation).
Substitusi basa pada sebuah triplet kodon dapat menghasilkan sembilan kemungkinan perubahan triplet kodon karena tiap basa mempunyai tiga kemungkinan substitusi. Sebagai contoh, kodon UAU dapat mengalami substitusi basa menjadi AAU (asparagin), GAU (asam aspartat), CAU (histidin), UUU (fenilalanin), UGU (sistein), UCU (serin), UAA (stop), UAG (stop), dan UAC (tirosin). Kita bisa melihat bahwa perubahan yang terakhir, yakni UAC, tidak menghasilkan substitusi asam amino karena baik UAC maupun UAU menyandi asam amino tirosin.
Mutasi substitusi basa dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu transisi dan transversi. Pada transisi terjadi substitusi basa purin oleh purin atau substitusi pirimidin oleh pirimidin, sedangkan pada transversi terjadi substitusi purin oleh pirimidin atau pirimidin oleh purin. Secara skema kedua macam substitusi basa tersebut dapat dilihat pada Gambar 11.1.
A
T C
G
Gambar 11.1. Skema substitusi basa nukleotida
transisi transversi
Sementara itu, mutasi rangka baca akan mengakibatkan perubahan rangka baca semua triplet kodon di belakang tempat terjadinya mutasi tersebut. Akan tetapi, adisi atau pun delesi sebanyak kelipatan tiga basa pada umumnya tidak akan menimbulkan pengaruh fenotipik mutasi rangka baca. Demikian pula, seperti dikatakan pada Bab X adisi satu basa yang diimbangi oleh delesi satu basa di tempat lain, atau sebaliknya, akan memperbaiki kembali rangka baca di belakang tempat tersebut. Selain itu, apabila adisi atau delesi terjadi pada daerah yang sangat dekat dengan ujung karboksil suatu protein, maka mutasi rangka baca yang ditimbulkannya tidak akan menyebabkan sintesis protein nonfungsional. Dengan perkataan lain, mutasi tidak memberikan pengaruh fenotipik.
Mutasi Spontan
Perubahan urutan basa nukleotida berlangsung spontan dan acak. Tidak ada satu pun cara yang dapat digunakan untuk memprediksi saat dan tempat akan terjadinya suatu mutasi. Meskipun demikian, setiap gen dapat dipastikan mengalami mutasi dengan laju tertentu sehingga memungkinkan untuk ditetapkan peluang mutasinya. Artinya, kita dapat menentukan besarnya peluang bagi suatu gen untuk bermutasi sehingga besarnya peluang untuk mendapatkan suatu alel mutan dari gen tersebut di dalam populasi juga dapat dihitung.
Terjadinya suatu peristiwa mutasi tidak dapat dikatakan sebagai hasil adaptasi sel atau organisme terhadap kondisi lingkungannya. Kebanyakan mutasi memperlihatkan pengaruh yang sangat bervariasi terhadap tingkat kemampuan adaptasi sel atau organisme, mulai dari netral (sangat adaptable) hingga letal (tidak adaptable). Oleh karena itu, tidak ada korelasi yang nyata antara mutasi dan adaptasi. Namun, pemikiran bahwa mutasi tidak ada sangkut pautnya dengan adaptasi tidak diterima oleh sebagian besar ahli biologi hingga akhir tahun 1940-an ketika Joshua dan Esther Lederberg melalui percobaannya pada bakteri membuktikan bahwa mutasi bukanlah hasil adaptasi.
Dengan teknik yang dinamakan replica plating koloni-koloni bakteri pada kultur awal (master plate) dipindahkan ke medium baru (replica plate) menggunakan velvet steril sehingga posisi setiap koloni pada medium baru akan sama dengan posisinya masing-masing pada kultur awal. Medium baru dibuat dua macam, yaitu medium nonselektif seperti pada kultur awal dan medium selektif yang mengandung lebih kurang 109 fag T1. Hanya koloni-koloni mutan yang resisten terhadap infeksi fag T1 (mutan T1-r) yang dapat tumbuh pada medium selektif ini. Dari percobaan tersebut terlihat bahwa koloni-koloni mutan T1-r yang tumbuh pada medium selektif tidak terbentuk sebagai hasil adaptasi terhadap kehadiran fag T1, tetapi sebenarnya sudah ada semenjak pada kultur awal. Dengan demikian, teknik selektif semacam itu hanya akan menyeleksi mutan-mutan yang telah ada sebelumnya di dalam suatu populasi.
master plate
transfer
replica plate replica plate
(medium nonselektif) (medium selektif)
Gambar 11.2. Percobaan transfer koloni (replica plating)
= koloni mutan T1-r
Teknik selektif seperti yang diuraikan di atas memberikan dasar bagi pemahaman tentang munculnya resistensi berbagai populasi hama dan penyakit terhadap senyawa kimia yang digunakan untuk mengendalikannya. Sebagai contoh, sejumlah populasi lalat rumah saat ini nampak sangat resisten terhadap insektisida DDT. Hal ini menunjukkan betapa seleksi telah memunculkan populasi lalat rumah dengan kombinasi mekanisme enzimatik, anatomi, dan perilaku untuk dapat resisten terhadap atau menghindari bahan kimia tersebut. Begitu pula, gejala peningkatan resistensi terhadap antibiotik yang diperlihatkan oleh berbagai macam bakteri penyebab penyakit pada manusia tidak lain merupakan akibat proses seleksi untuk memunculkan dominansi strain-strain mutan tahan antibiotik yang sebenarnya memang telah ada sebelumnya.
Laju mutasi
Laju mutasi adalah peluang terjadinya mutasi pada sebuah gen dalam satu generasi atau dalam pembentukan satu gamet. Pengukuran laju mutasi penting untuk dilakukan di dalam genetika populasi, studi evolusi, dan analisis pengaruh mutagen lingkungan.
Mutasi spontan biasanya merupakan peristiwa yang sangat jarang terjadi sehingga untuk memperkirakan peluang kejadiannya diperlukan populasi yang sangat besar dengan teknik tertentu. Salah satu teknik yang telah digunakan untuk mengukur laju mutasi adalah metode ClB yang ditemukan oleh Herman Muller. Metode ClB mengacu kepada suatu kromosom X lalat Drosophila melanogaster yang memiliki sifat-sifat tertentu. Teknik ini dirancang untuk mendeteksi mutasi yang terjadi pada kromosom X normal.
Kromosom X pada metode ClB mempunyai tiga ciri penting, yaitu (1) inversi yang sangat besar (C), yang menghalangi terjadinya pindah silang pada individu betina heterozigot; (2) letal resesif (l); dan (3) marker dominan Bar (B) yang menjadikan mata sempit (lihat Bab VII). Dengan adanya letal resesif, individu jantan dengan kromosom tersebut dan individu betina homozigot tidak akan bertahan hidup.
Persilangan pertama dilakukan antara betina heterozigot untuk kromosom ClB dan jantan dengan kromosom X normal. Di antara keturunan yang diperoleh, dipilih individu betina yang mempunyai mata Bar untuk selanjutnya pada persilangan kedua dikawinkan dengan jantan normal. Individu betina dengan mata Bar ini jelas mempunyai genotipe heterozigot karena menerima kromosom ClB dari tetua betina dan kromosom X normal dari tetua jantannya. Hasil persilangan kedua yang diharapkan adalah dua betina berbanding dengan satu jantan. Ada tidaknya individu jantan hasil persilangan kedua ini digunakan untuk mengestimasi laju mutasi letal resesif.
Oleh karena pindah silang pada kromosom X dihalangi oleh adanya inversi (C) pada individu betina, maka semua individu jantan hasil persilangan hanya akan mempunyai genotipe + . Kromosom X pada individu jantan ini berasal dari tetua jantan awal (persilangan pertama). Sementara itu, individu jantan dengan kromosom X ClB selalu mengalami kematian. Meskipun demikian, kadang-kadang pada persilangan kedua tidak diperoleh individu jantan sama sekali. Artinya, individu jantan yang mati tidak hanya yang membawa kromosom ClB, tetapi juga individu yang membawa kromosom X dari tetua jantan awal. Jika hal ini terjadi, kita dapat menyimpulkan bahwa kromosom X pada tetua jantan awal yang semula normal berubah atau bermutasi menjadi kromosom X dengan letal resesif. Dengan menghitung frekuensi terjadinya kematian pada individu jantan yang seharusnya hidup ini, dapat dilakukan estimasi kuantitatif terhadap laju mutasi yang menyebabkan terbentuknya alel letal resesif pada kromosom X. Ternyata, lebih kurang 0,15% kromosom X terlihat mengalami mutasi semacam itu selama spermatogenesis, yang berarti bahwa laju mutasi untuk mendapatkan letal resesif per kromosom X per gamet adalah 1,5 x 10-3.
betina Bar ClB + jantan normal
ClB ? + ? ClB +
letal
betina Bar
(dipilih untuk disilangkan dengan jantan normal)
ClB ? +
ClB + ? + ClB ?
letal letal
jika X-nya
membawa
letal resesif
Gambar 11.3. Metode ClB untuk mengestimasi laju mutasi
= kromosom X yang berasal dari tetua jantan pada
persilangan pertama
Pada metode ClB tidak diketahui laju mutasi gen tertentu karena kita tidak dapat memastikan banyaknya gen pada kromosom X yang apabila mengalami mutasi akan berubah menjadi alel resesif yang mematikan. Namun, semenjak ditemukannya metode ClB berkembang pula sejumlah metode lain untuk mengestimasi laju mutasi pada berbagai organisme. Hasilnya menunjukkan bahwa laju mutasi sangat bervariasi antara gen yang satu dan lainnya. Sebagai contoh, laju mutasi untuk terbentuknya tubuh berwarna kuning pada Drosophila adalah 10-4 per gamet per generasi, sementara laju mutasi untuk terbentuknya resitensi terhadap streptomisin pada E. coli adalah 10-9 per sel per generasi.
Asal-mula terjadinya mutasi spontan
Ada tiga mekanisme yang paling penting pada mutasi spontan, yaitu (1) kesalahan selama replikasi, (2) perubahan basa nukleotida secara spontan, dan (3) peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan penyisipan (insersi) dan pemotongan (eksisi) unsur-unsur yang dapat berpindah (transposable elements).
Pada Bab IX telah kita bicarakan bahwa enzim Pol I dan Pol III adakalanya membuat kesalahan dengan menyisipkan basa yang salah ketika replikasi DNA sedang berlangsung. Namun, enzim-enzim DNA polimerase ini juga diketahui mempunyai kemampuan untuk memperbaiki kesalahan (proof reading) melalui aktivitas eksonukleasenya dengan cara memotong basa yang salah pada ujung 3’ untai DNA yang sedang dipolimerisasi.
Aktivitas penyuntingan oleh DNA polimerase boleh dikatakan sangat efisien meskipun tidak berarti sempurna benar. Kadang-kadang suatu kesalahan replikasi luput dari mekanisme penyuntingan tersebut. Akan tetapi, ada sistem lain yang berfungsi dalam perbaikan kesalahan replikasi DNA. Sistem ini dikenal sebagai sistem perbaikan salah pasangan (mismatch repair). Berbeda dengan sistem penyuntingan oleh DNA polimerase, sistem perbaikan salah pasangan tidak bekerja pada ujung 3’ untai DNA yang sedang tumbuh, tetapi mengenali kesalahan basa di dalam untai DNA. Caranya, segmen DNA yang membawa basa yang salah dibuang sehingga terdapat celah (gap) di dalam untai DNA. Selanjutnya, dengan bantuan enzim Pol I celah ini akan diisi oleh segmen baru yang membawa basa yang telah diperbaiki.
Sistem perbaikan salah pasangan, seperti halnya mekanisme penyuntingan oleh DNA polimerase, tidaklah sempurna sama sekali. Kadang-kadang ada juga kesalahan pasangan basa yang tidak dikenalinya. Jika hal ini terjadi, timbullah mutasi spontan.
5’ GAGTCGAATC 3’ untai cetakan
3’ CTCAGTTTAG 5’ untai baru
GAGTCGAATC
CTC AG AGTTT segmen dengan
perbaikan eksisi basa yang salah
GAGTCGAATC
CTCAGCTTAG untai yang telah diperbaiki
Gambar 11.4. Mekanisme perbaikan salah pasangan
Basa-basa tautomerik adakalanya dapat tergabung dengan benar ke dalam molekul DNA. Pada saat penggabungan berlangsung, basa tersebut akan membentuk ikatan hidrogen yang benar dengan basa pada untai DNA cetakan sehingga fungsi penyuntingan oleh DNA polimerase tidak dapat mengenalinya. Sistem perbaikan salah pasangan akan mengoreksi kesalahan semacam itu. Akan tetapi, jika segmen yang membawa kesalahan basa tersebut telah mengalami metilasi, maka sistem perbaikan salah pasangan tidak dapat membedakan antara untai cetakan dan untai baru. Hal ini akan menimbulkan mutasi spontan.
Sumber mutasi spontan lainnya adalah perubahan basa sitosin yang telah termetilasi menjadi timin karena hilangnya gugus amino. Sitosin yang seharusnya berpasangan dengan guanin berubah menjadi timin yang berpasangan dengan adenin sehingga terjadilah mutasi transisi (purin menjadi purin, pirimidin menjadi pirimidin). Dalam hal ini hilangnya gugus amino dari sitosin yang telah termetilasi tidak dapat dikenali oleh sistem perbaikan salah pasangan, dan basa timin yang seharusnya sitosin tersebut tidak dilihat sebagai basa yang salah.
Mutasi Induksi
Laju mutasi spontan yang sangat rendah ternyata dapat ditingkatkan dengan aplikasi berbagai agen eksternal. Mutasi dengan laju yang ditingkatkan ini dinamakan mutasi induksi. Bukti pertama bahwa agen eksternal dapat meningkatkan laju mutasi diperoleh dari penelitian H. Muller pada tahun 1927 yang memperlihatkan bahwa sinar X dapat menyebabkan mutasi pada Drosophila. Agen yang dapat menyebabkan terjadinya mutasi seperti sinar X ini dinamakan mutagen.
Semenjak penemuan Muller tersebut, berbagai mutagen fisika dan kimia digunakan untuk meningkatkan laju mutasi. Dengan mutagen-mutagen ini dapat diperoleh bermacam-macam mutan pada beberapa spesies organisme.
Basa analog
Basa analog merupakan senyawa kimia yang struktur molekulnya sangat menyerupai basa nukleotida DNA sehingga dapat menjadi bagian yang menyatu di dalam molekul DNA selama berlangsungnya replikasi normal. Hal ini karena suatu basa analog dapat berpasangan dengan basa tertentu pada untai DNA cetakan. Namun, bisa juga masuknya sebuah basa analog terkoreksi melalui mekanisme penyuntingan oleh enzim DNA polimerase.
Apabila suatu basa analog dapat membentuk ikatan hidrogen dengan dua macam cara, maka basa analog ini dikatakan bersifat mutagenik. Sebagai contoh, basa 5-bromourasil (BU) yang diketahui mudah sekali bergabung dengan DNA bakteri dan virus, dapat mempunyai dua macam bentuk, yaitu keto dan enol sehingga dapat membentuk ikatan hidrogen dengan dua macam cara. Basa ini analog dengan basa timin karena hanya berbeda pada posisi gugus metil yang diganti dengan atom bromium. Jika sel yang akan dimutasi ditumbuhkan pada medium yang mengandung BU dalam bentuk keto, maka selama replikasi DNA adakalanya timin digantikan oleh BU sehingga pasangan basa AT berubah menjadi ABU. Penggantian ini belum dapat dikatakan sebagai peristiwa mutasi. Akan tetapi, jika BU berada dalam bentuk enol, maka BU akan berpasangan dengan guanin (GBU), dan pada putaran replikasi berikutnya, molekul DNA yang baru akan mempunyai pasangan basa GC pada posisi yang seharusnya ditempati oleh pasangan basa AT. Dengan demikian, telah terjadi mutasi tautomerik berupa transisi dari AT ke GC (Gambar 11.5).
Percobaan-percobaan berikutnya menunjukkan bahwa mekanisme mutagenesis BU dapat terjadi dengan cara lain. Konsentrasi deoksinukleosida trifofat (dNTP) di dalam sel pada umumnya diatur oleh konsentrasi deoksitimidin trifosfat (dTTP). Artinya, konsentrasi dTTP akan menentukan konsentrasi ketiga dNTP lainnya untuk keperluan sintesis DNA. Apabila suatu saat dTTP terdapat dalam jumlah yang sangat berlebihan, maka akan terjadi hambatan dalam sintesis dCTP. Sementara itu, BU sebagai basa yang analog dengan timin juga dapat menghambat sintesis dCTP. Jika BU ditambahkan ke dalam medium pertumbuhan, maka dTTP akan disintesis dalam jumlah normal tetapi sintesis dCTP akan sangat terhambat. Akibatnya, nisbah dTTP terhadap dCTP menjadi sangat tinggi dan frekuensi salah pasangan GT, yang seharusnya GC, akan meningkat. Mekanisme penyuntingan dan perbaikan salah pasangan sebenarnya dapat membuang basa timin yang salah berpasangan dengan guanin tersebut. Akan tetapi, keberadaan BU ternyata menyebabkan laju perbaikan menjadi tertinggal oleh laju salah pasangan. Pada putaran replikasi berikutnya basa timin pada pasangan GT akan berpasangan dengan adenin sehingga posisi yang seharusnya ditempati oleh GC sekarang diganti dengan AT. Dengan perkataan lain, BU telah menginduksi mutasi tautomerik berupa transisi GC menjadi AT.
A=T
substitusi T oleh BU (keto)
A=BU
replikasi 1
A=T G=BU pengikatan G oleh BU (enol)
replikasi 2
A=T A=T G=C A=BU
transisi
Gambar 11.5. Mutasi tautomerik (transisi) akibat basa analog 5-bromourasil
Mutagen-mutagen kimia
Berbeda dengan basa analog yang hanya bersifat mutagenik ketika DNA sedang melakukan replikasi, mutagen kimia dapat mengakibatkan mutasi pada DNA baik yang sedang bereplikasi maupun yang tidak sedang bereplikasi. Beberapa di antara mutagen kimia, misalnya asam nitros (HNO2), menimbulkan perubahan yang sangat khas. Namun, beberapa lainnya, misalnya agen-agen alkilasi, memberikan pengaruh dengan spektrum yang luas.
HNO2 bekerja sebagai mutagen dengan mengubah gugus amino (NH2) pada basa adenin, sitosin, dan guanin menjadi gugus keto (=O) sehingga spesifisitas pengikatan hidrogen pada basa-basa tersebut juga mengalami perubahan. Deaminasi adenin akan menghasilkan hipoksantin (H), yang berpasangan dengan sitosin. Hal ini mengakibatkan terjadinya transisi AT menjadi GC melaui HC. Dengan mekanisme serupa, deaminasi sitosin yang menghasilkan urasil akan mengakibatkan transisi GC menjadi AT melalui AU.
Agen alkilasi etilmetan sulfonat (EMS) dan mustard nitrogen merupakan mutagen-mutagen kimia yang banyak digunakan dalam penelitian genetika. Kedua-duanya akan memberikan gugus etil (C2H5) atau sejenisnya kepada basa DNA. Jika HNO2 terbukti sangat bermanfaat pada sistem prokariot, maka agen-agen alkilasi sangat efektif untuk digunakan pada sistem eukariot.
Alkilasi pada basa G atau T akan menyebabkan terjadinya salah pasangan yang mengarah kepada transisi AT→ GC dan GC → AT. Selain itu, EMS dapat juga bereaksi dengan A dan C.
O CH2 – CH2 – Cl
CH3 – CH2 – O – S – CH3 HN
O CH2 – CH2 – Cl
etilmetan sulfonat mustard nitrogen
Gambar 11.6. Struktur molekul dua agen alkilasi yang umum digunakan
Fenomena lain yang dapat muncul akibat terjadinya alkilasi guanin adalah depurinasi, yaitu hilangnya basa purin yang telah mengalami alkilasi tersebut dari molekul DNA karena patahnya ikatan yang menghubungkannya dengan gula deoksiribosa. Depurinasi tidak selalu bersifat mutagenik karena celah yang terbentuk dengan hilangnya basa purin tadi dapat segera diperbaiki. Akan tetapi, garpu replikasi sering kali terlebih dahulu telah mencapai celah tersebut sebelum perbaikan sempat dilakukan. Jika hal ini terjadi, maka replikasi akan terhenti tepat di depan celah dan kemudian dimulai lagi dengan menyisipkan basa adenin pada posisi yang komplementer dengan celah tersebut. Akibatnya, setelah replikasi basa adenin di posisi celah tersebut akan berpasangan dengan timin atau terjadi pasangan TA. Padahal seharusnya pasangan basa pada posisi celah tersebut adalah GC (bukankah yang hilang adalah G?). Oleh karena itu pada posisi celah tersebut terjadi perubahan dari GC menjadi TA atau purin-pirimidin menjadi pirimidin-purin. Perubahan ini tidak lain merupakan mutasi tautomerik jenis transversi.
Interkalasi
Senyawa kimia akridin, yang salah satu contohnya adalah proflavin (Bab X), memiliki struktur molekul berupa tiga cincin sehingga sangat menyerupai pasangan basa purin – pirimidin atau pirimidin – purin. Dengan struktur yang sangat menyerupai sebuah pasangan basa, akridin dapat menyisip di antara dua pasangan basa yang berdekatan pada molekul DNA. Peristiwa penyisipan semacam ini dinamakan interkalasi.
Pengaruh interkalasi terhadap molekul DNA adalah terjadinya perenggangan jarak antara dua pasangan basa yang berurutan. Besarnya perenggangan sama dengan tebal molekul akridin. Apabila DNA yang membawa akridin tadi melakukan replikasi, maka untai DNA hasil replikasi akan ada yang mengalami adisi dan ada yang mengalami delesi pada posisi terjadinya interkalasi. Dengan demikian, mutasi yang ditimbulkan bukanlah mutasi tautomerik, melainkan mutasi rangka baca.
Iradiasi ultraviolet
Sinar ultraviolet (UV) dapat menghasilkan pengaruh, baik letal maupun mutagenik, pada semua jenis virus dan sel. Pengaruh ini disebabkan oleh terjadinya perubahan kimia pada basa DNA akibat absorpsi energi dari sinar tersebut. Pengaruh terbesar yang ditimbulkan oleh iradiasi sinar UV adalah terbentuknya pirimidin dimer, khususnya timin dimer, yaitu saling terikatnya dua molekul timin yang berurutan pada sebuah untai DNA. Dengan adanya timin dimer, replikasi DNA akan terhalang pada posisi terjadinya timin dimer tersebut. Namun, kerusakan DNA ini pada umumnya dapat diperbaiki melalui salah satu di antara empat macam mekanisme, yaitu fotoreaktivasi, eksisi, rekombinasi, dan SOS.
Fotoreaktivasi
Mekanisme perbaikan ini bergantung kepada cahaya. Dengan adanya cahaya, ikatan antara timin dan timin akan terputus oleh suatu enzim tertentu. Sebenarnya enzim tersebut telah mengikat dimer, baik ketika ada cahaya maupun tidak ada cahaya. Akan tetapi, aktivasinya memerlukan spektrum biru cahaya sehingga enzim tersebut hanya bisa bekerja apabila ada cahaya.
Eksisi
Perbaikan dengan cara eksisi merupakan proses enzimatik bertahap yang diawali dengan pembuangan dimer dari molekul DNA, diikuti oleh resintesis segmen DNA baru, dan diakhiri oleh ligasi segmen tersebut dengan untai DNA. Ada dua mekanisme eksisi yang agak berbeda. Pada mekanisme pertama, enzim endonuklease melakukan pemotongan (eksisi) pada dua tempat yang mengapit dimer. Akibatnya, segmen yang membawa dimer akan terlepas dari untai DNA. Pembuangan segmen ini kemudian diikuti oleh sintesis segmen baru yang akan menggantikannya dengan bantuan enzim DNA polimerase I. Akhirnya, segmen yang baru tersebut diligasi dengan untai DNA sehingga untai DNA ini sekarang tidak lagi membawa dimer.
Pada mekanisme yang kedua pemotongan mula-mula hanya terjadi pada satu tempat, yakni di sekitar dimer. Pada celah yang terbentuk akibat pemotongan tersebut segera terjadi sintesis segmen baru dengan urutan basa yang benar. Pada waktu yang sama terjadi pemotongan lagi pada segmen yang membawa dimer sehingga segmen ini terlepas dari untai DNA. Seperti pada mekanisme yang pertama, proses ini diakhiri dengan ligasi segmen yang baru tadi dengan untai DNA.
Rekombinasi
Berbeda dengan dua mekanisme yang telah dijelaskan sebelumnya, perbaikan kerusakan DNA dengan cara rekombinasi terjadi setelah replikasi berlangsung. Oleh karena itu, mekanisme ini sering juga dikatakan sebagai rekombinasi pascareplikasi.
Ketika DNA polimerase sampai pada suatu dimer, maka polimerisasi akan terhenti sejenak untuk kemudian dimulai lagi dari posisi setelah dimer. Akibatnya, untai DNA hasil polimerisasi akan mempunyai celah pada posisi dimer. Mekanisme rekombinasi pada prinsipnya merupakan cara untuk menutup celah tersebut menggunakan segmen yang sesuai pada untai DNA cetakan yang membawa dimer. Untuk jelasnya, skema mekanisme tersebut dapat dilihat pada Gambar 11.8.
DNA yang membawa dimer pada kedua untainya melakukan replikasi (Gambar 11.8.a) sehingga pada waktu garpu replikasi mencapai dimer akan terbentuk celah pada kedua untai DNA yang baru (Gambar 11.8.b). Celah akan diisi oleh segmen yang sesuai dari masing-masing untai DNA cetakan yang membawa dimer. Akibatnya, pada untai DNA cetakan terdapat segmen yang hilang. Jadi, sekarang kedua untai DNA cetakan selain membawa dimer juga mempunyai celah, sedangkan kedua untai DNA baru tidak mempunyai celah lagi (Gambar 11.8.c). Akhirnya, segmen penutup celah akan terligasi dengan sempurna pada masing-masing untai DNA baru (Gambar 11.8.d).
Mekanisme SOS
Mekanisme perbaikan DNA dengan sistem SOS dapat dilihat sebagai jalan pintas yang memungkinkan replikasi tetap berlangsung meskipun harus melintasi dimer. Hasilnya berupa untai DNA yang utuh tetapi sering kali sangat defektif. Oleh karena itu, mekanisme SOS dapat dikatakan sebagai sistem perbaikan yang rentan terhadap kesalahan.
dimer
pemotongan di dua tempat pemotongan di satu tempat
di sekitar dimer
resintesis segmen baru oleh Pol I
pemotongan segmen
ligasi yang membawa dimer
ligasi
Gambar 11.7. Mekanisme eksisi untuk memperbaiki DNA
Ketika sistem SOS aktif, sistem penyuntingan oleh DNA polimerase III justru menjadi tidak aktif. Hal ini dimaksudkan agar polimerisasi tetap dapat berjalan melintasi dimer. Untai DNA yang baru akan mempunyai dua basa adenin berurutan pada posisi dimer (dalam kasus timin dimer). Dengan sendirinya, kedua adenin ini tidak dapat berpasangan dengan timin karena kedua timin berada dalam bentuk dimer. Sistem penyuntingan tidak dapat memperbaiki kesalahan ini karena tidak aktif, sedangkan sistem perbaikan salah pasangan sebenarnya dapat memperbaikinya. Namun, karena jumlah dimer di dalam setiap sel yang mengalami iradiasi UV biasanya begitu banyak, maka sistem perbaikan salah pasangan tidak dapat memperbaiki semua kesalahan yang ada. Akibatnya, mutasi tetap terjadi. Pengaruh mutagenik iradiasi UV memang hampir selalu merupakan akibat perbaikan yang rentan terhadap kesalahan.
a) b)
d) c)
Gambar 11.8. Skema mekanisme rekombinasi pascareplikasi
= pirimidin dimer
= penutupan celah oleh segmen dari untai DNA
cetakan yang membawa dimer
Radiasi pengion
Radiasi pengion mempunyai energi yang begitu besar sehingga molekul air dan senyawa kimia lainnya yang terkena olehnya akan terurai menjadi fragmen-fragmen bermuatan listrik. Semua bentuk radiasi pengion akan menyebabkan pengaruh mutagenik dan letal pada virus dan sel. Radiasi pengion meliputi sinar X beserta partikel-partikelnya dan radiasi yang dihasilkan oleh unsur-unsur radioaktif seperti partikel α, β, dan sinar γ.
Intensitas radiasi pengion dinyatakan secara kuantitatif dengan beberapa macam cara. Ukuran yang paling lazim digunakan adalah rad, yang didefinisikan sebagai besarnya radiasi yang menyebabkan absorpsi energi sebesar 100 erg pada setiap gram materi.
Frekuensi mutasi yang diinduksi oleh sinar X sebanding dengan dosis radiasi yang diberikan. Sebagai contoh, frekuensi letal resesif pada kromosom X Drosophila meningkat linier sejalan dengan meningkatnya dosis radiasi sinar X. Pemaparan sebesar 1000 rad meningkatkan frekuensi mutasi dari laju mutasi spontan sebesar 0,15% menjadi 3%. Pada Drosophila tidak terdapat ambang bawah dosis pemaparan yang yang tidak menyebabkan mutasi. Artinya, betapapun rendahnya dosis radiasi, mutasi akan tetap terinduksi.
Pengaruh mutagenik dan letal yang ditimbulkan oleh radiasi pengion terutama berkaitan dengan kerusakan DNA. Ada tiga macam kerusakan DNA yang disebabkan oleh radiasi pengion, yaitu kerusakan pada salah satu untai, kerusakan pada kedua untai, dan perubahan basa nukleotida. Pada eukariot radiasi pengion dapat menyebabkan kerusakan kromosom, yang biasanya bersifat letal. Akan tetapi, pada beberapa organisme terdapat sistem yang dapat memperbaiki kerusakan kromosom tersebut meskipun perbaikan yang dilakukan sering mengakibatkan delesi, duplikasi, inversi, dan translokasi.
Radiasi pengion banyak digunakan dalam terapi tumor. Pada prinsipnya perlakuan ini dimaksudkan untuk meningkatkan frekuensi kerusakan kromosom pada sel-sel yang sedang mengalami mitosis. Oleh karena tumor mengandung banyak sekali sel yang mengalami mitosis sementara jaringan normal tidak, maka sel tumor yang dirusak akan jauh lebih banyak daripada sel normal yang dirusak. Namun, tidak semua sel tumor mengalami mitosis pada waktu yang sama. Oleh karena itu, iradiasi biasanya dilakukan dengan selang waktu beberapa hari agar sel-sel tumor yang semula sedang beristirahat kemudian melakukan mitosis. Diharapkan setelah iradiasi diberikan selama kurun waktu tertentu, semua sel tumor akan rusak.
Mutasi Balik dan Mutasi Penekan
Kebanyakan mutasi yang telah kita bicarakan hingga saat ini adalah perubahan dari bentuk alami atau normal ke bentuk mutan, atau sering dikatakan sebagai mutasi ke depan (forward mutation). Namun, seperti telah disinggung pada Bab X, mutasi dapat juga berlangsung dari bentuk mutan ke bentuk normal. Mutasi semacam ini dinamakan mutasi balik atau reversi. Ada dua mekanisme yang berbeda pada mutasi balik, yaitu (1) perubahan urutan basa pada DNA mutan sehingga benar-benar pulih seperti urutan basa pada fenotipe normalnya dan (2) terjadinya mutasi kedua di suatu tempat lainnya di dalam genom yang mengimbangi atau menekan pengaruh mutasi pertama sehingga mutasi yang kedua tersebut sering disebut sebagai mutasi penekan (suppressor mutation).
Mekanisme mutasi balik berupa mutasi penekan jauh lebih umum dijumpai daripada mekanisme yang pertama. Mutasi penekan dapat terjadi di suatu tempat di dalam gen yang sama dengan mutasi pertama yang ditekannya. Dengan perkataan lain, terjadi penekanan intragenik. Akan tetapi, mutasi penekan dapat juga terjadi di dalam gen yang lain atau bahkan di dalam kromosom yang lain sehingga peristiwanya dinamakan penekanan intergenik. Kebanyakan mutasi penekan, baik intra- maupun intergenik, tidak dapat sepenuhnya memulihkan mutan ke fenotipe normalnya seperti yang akan diuraikan di bawah ini.
Penekanan intragenik
Pada garis besarnya ada dua macam cara penekanan intragenik. Cara yang pertama telah kita jelaskan pada Bab X, yaitu perbaikan rangka baca dengan kompensasi adisi-delesi sehingga rangka baca yang bergeser sebagian besar dapat dikembalikan seperti semula. Jika bagian yang tidak dapat dipulihkan bukan merupakan urutan yang esensial, maka pembacaan rangka baca akan menghasilkan fenotipe normal.
Pada cara yang kedua tidak terjadi adisi dan delesi pada urutan basa, tetapi perubahan suatu asam amino yang mengakibatkan hilangnya aktivitas protein akan diimbangi oleh perubahan asam amino lainnya yang memulihkan aktivitas protein tersebut. Sebagai contoh dapat dikemukakan penekanan mutasi enzim triptofan sintetase pada E. coli, yang disandi oleh gen trpA pada. Salah satu di antara dua polipeptida yang menyusun enzim tersebut adalah polipeptida A yang terdiri atas 268 asam amino. Pada strain normal asam amino yang ke-210 adalah glisin. Jika asam amino glisin ini berubah menjadi asam glutamat, maka enzim triptofan sintetase menjadi tidak aktif. Perubahan glisin menjadi asam glutamat sebenarnya tidak menyebabkan inaktivasi enzim secara langsung karena glisin tidak terletak pada tapak aktif. Namun, perubahan ini mengakibatkan perubahan struktur pelipatan enzim sehingga secara tidak langsung akan mempengaruhi tapak aktifnya. Sementara itu, asam amino normal yang ke-174 adalah tirosin, yang interaksinya dengan asam amino ke-210 menentukan aktivitas enzim. Apabila tirosin berubah menjadi sistein, maka struktur pelipatan enzim yang telah berubah karena glisin digantikan oleh asam glutamat justru akan dipulihkan oleh interaksi sistein dengan asam glutamat. Dengan demikian, aktivitas enzim pun dapat dipulihkan. Jadi, perubahan glisin menjadi asam glutamat akan ditekan pengaruhnya oleh perubahan tirosin menjadi sistein. Begitu pula sebaliknya, jika perubahan tirosin menjadi sistein terjadi terlebih dahulu, maka pengaruhnya akan ditekan oleh perubahan glisin menjadi asam glutamat.
Penekanan intergenik
Penekanan intergenik yang paling umum dijumpai adalah penekanan oleh suatu produk mutasi gen terhadap pengaruh mutasi yang ditimbulkan oleh sejumlah gen lainnya. Contoh yang paling dikenal dapat dilihat pada gen-gen penyandi tRNA. Pengaruh yang ditimbulkannya adalah mengubah kekhususan pengenalan kodon pada mRNA oleh antikodon pada tRNA.
Mutasi semacam itu pertama kali ditemukan pada strain-strain E. coli yang dapat menekan mutan-mutan fag T4 tertentu. Mutan-mutan ini gagal untuk membentuk plak (lihat Bab XII) pada strain bakteri standar tetapi dapat membentuk plak pada strain yang mengalami mutasi penekan. Strain yang mengalami mutasi penekan ini ternyata juga dapat menekan mutasi pada sejumlah gen yang terdapat pada genom bakteri sendiri.
Mutasi penekan intergenik dapat memulihkan baik mutasi tanpa makna (nonsense) maupun mutasi salah makna (missense). Penekanan mutasi tanpa makna disebabkan oleh mutasi gen penyandi tRNA sehingga terjadi perubahan antikodon pada tRNA yang memungkinkannya untuk mengenali kodon stop hasil mutasi. Sebagai contoh, salah satu kodon untuk tirosin, yakni UAC dapat berubah menjadi kodon stop UAG. Mutasi ini dapat ditekan oleh molekul tRNA mutan yang membawa triptofan dengan antikodon AUC. Antikodon pada molekul tRNA normal yang membawa triptofan adalah AAC. Dengan tRNA mutan, kodon UAG yang seharusnya merupakan kodon stop berubah menjadi kodon yang menyandi triptofan. Akibatnya, terminasi dapat dibatalkan, atau dengan perkataan lain, mutasi tRNA telah memulihkan mutasi tanpa makna.
Penekanan mutasi salah makna oleh mutasi penekan intergenik antara lain dapat dilihat contohnya pada pemulihan aktivitas protein yang hilang akibat perubahan valin (tidak bermuatan) menjadi asam aspartat (bermuatan negatif). Pemulihan terjadi karena asam aspartat digantikan oleh alanin (tidak bermuatan). Substitusi ini dapat terjadi dengan empat macam cara, yaitu (1) mutasi antikodon yang memungkinkan tRNA untuk mengenali kodon yang berbeda seperti halnya yang terjadi pada pemulihan mutasi tanpa makna, (2) mutasi pada tRNA yang mengubah sebuah basa di dekat antikodon sehingga tRNA dapat mengenali dua kodon yang berbeda, (3) mutasi di luar kala (loop) antikodon yang memungkinkan aminoasil sintetase mengenali tRNA sehingga terjadi asilasi yang menyebabkan tRNA ini membawa asam amino yang lain, dan (4) mutasi aminoasil sintetase yang kadang-kadang salah mengasilasi tRNA.
Pada notasi konvensional, mutasi penekan diberi lambang sup diikuti dengan angka (atau kadang-kadang huruf) yang membedakan penekan yang satu dengan penekan lainnya. Sel yang tidak mempunyai penekan dilambangkan dengan sup0.
Mutasi balik sebagai cara untuk mendeteksi mutagen dan karsinogen
Dewasa ini terjadi peningkatan jumlah dan macam bahan kimia yang mencemari lingkungan. Beberapa di antaranya dikenal potensial sebagai mutagen. Selain itu, kebanyakan karsinogen juga merupakan mutagen. Oleh karena itu, uji mutagenesis terhadap bahan-bahan kimia semacam ini perlu dilakukan.
Cara yang paling sederhana untuk melihat mutagenesis suatu bahan kimia adalah uji mutasi balik menggunakan mutan nutrisional pada bakteri. Senyawa yang dicurigai potensial sebagai mutagen ditambahkan ke dalam medium padat, diikuti dengan penaburan (plating) suatu mutan bakteri dalam jumlah tertentu. Banyaknya koloni revertan (fenotipe normal hasil mutasi balik) yang muncul dihitung. Peningkatan frekuensi revertan yang tajam apabila dibandingkan dengan frekuensi yang diperoleh di dalam medium tanpa senyawa kimia yang dicurigai tersebut mengindikasikan bahwa senyawa yang diuji adalah mutagen.
Meskipun demikian, cara seperti tersebut di atas tidak dapat digunakan untuk memperlihatkan mutagenesis sejumlah besar karsinogen yang potensial. Hal ini karena banyak sekali senyawa kimia yang tidak langsung bersifat mutagenik / karsinogenik, tetapi harus melalui beberapa reaksi enzimatik terlebih dahulu sebelum menjadi mutagen. Reaksi-reaksi enzimatik tersebut terjadi di dalam organ hati hewan dan tidak ada kesepadanannya di dalam sel bakteri. Fungsi normal enzim-enzim itu adalah melindungi organisme dari berbagai bahan beracun dengan cara mengubahnya menjadi bahan yang tidak beracun. Akan tetapi, ketika enzim-enzim itu bertemu dengan bahan kimia tertentu, maka mereka akan mengubah bahan tersebut dari sifatnya yang semula tidak mutagenik menjadi mutagenik. Enzim-enzim tersebut terdapat di dalam komponen sel-sel hati yang dinamakan fraksi mikrosomal. Pemberian fraksi mikrosomal yang berasal dari hati tikus ke dalam medium pertumbuhan bakteri memungkinkan dilakukannya deteksi mutagenisitas. Perlakuan ini mendasari teknik pemeriksaan karsinogen menggunakan metode yang dinamakan uji Ames.
Di dalam uji Ames mutan-mutan bakteri Salmonella typhimurium yang memerlukan pemberian histidin eksternal atau disebut dengan mutan His- digunakan untuk menguji mutagenisitas senyawa kimia atas dasar mutasi baliknya menjadi His+. Mutan-mutan His- membawa baik mutasi tautomerik maupun mutasi rangka baca. Di samping itu, strain-strain bakteri tersebut dibuat menjadi lebih sensitif terhadap mutagenesis dengan menggabungkan beberapa alel mutan yang dapat menginaktifkan sistem perbaikan eksisi dan menjadikannya lebih permiabel terhadap molekul-molekul asing. Oleh karena beberapa mutagen hanya bekerja pada DNA yang sedang melakukan replikasi, maka medium pertumbuhan yang digunakan harus mengandung histidin dalam jumlah yang cukup untuk mendukung beberapa putaran replikasi tetapi tidak cukup untuk memungkinkan terbentuknya koloni yang dapat dilihat. Ke dalam medium tersebut kemudian ditambahkan mutagen potensial yang akan diuji. 

Fraksi mikrosomal dari hati tikus disebarkan ke permukaan medium, diikuti dengan penaburan bakteri. Apabila bahan kimia yang diuji adalah mutagen atau diubah menjadi mutagen, maka koloni bakteri akan terbentuk. Analisis kuantitatif terhadap frekuensi mutasi balik dapat dilakukan juga dengan membuat variasi jumlah mutagen potensial tersebut di dalam medium. Frekuensi mutasi balik ternyata bergantung kepada konsentrasi bahan kimia yang diuji, dan pada karsinogen tertentu juga nampak adanya korelasi dengan efektivitasnya pada hewan.

Uji Ames saat ini telah banyak digunakan pada beribu-ribu senyawa seperti pengawet makanan, pestisida, pewarna rambut, dan kosmetika. Frekuensi mutasi balik yang tinggi tidak serta-merta berarti bahwa senyawa yang diuji adalah karsinogen, tetapi setidak-tidaknya memperlihatkan adanya peluang seperti itu. Akibat dilakukannya uji Ames, banyak industri terpaksa mereformulasi produk-produknya.

Bukti terakhir tentang karsinogenisitas suatu bahan kimia ditentukan atas dasar hasil uji pembentukan tumor pada hewan-hewan percobaan. Jadi, uji Ames sebenarnya hanya berperan dalam mengurangi jumlah bahan kimia yang harus diuji menggunakan hewan percobaan.

Penyebab dan dampak mutasi somatik? dan mengapa mutasi somatik belum tentu diwariskan pada keturunannya sedangkan mutasi gametik pasti diturunkan???.
J : Mutasi somatik adalah mutasi yang terjadi pada sel-sel somatik sedangkan mutasi gametik adalah mutasi yang terjadi pada sel-sel kelamin. Mutasi somatik dapat diturunkan dan dapat pula tidak diturunkan. 

Mutasi somatik yang diturunkan apabila mutasi tersebut terjadi pada sel-sel tunas. Lebih lanjut, sel-sel tunas tersebut akan berkembang menjadi batang, bunga dan juga biji. Sebagai akibatnya, sel-sel ovum atau sperma yang terbentuk di dalam bunga juga akan menerima efek mutasi tersebut sehingga keturunannya nanti juga akan mengandung gen mutan. 

Sebaliknya, mutasi somatik yang tidak diwariskan adalah mutasi yang mengenai sel-sel tubuh. Pada mutasi kali ini, gen mutan tidak akan diwariskan pada keturunannya. Bila yang mengalami mutasi sel-sel kelamin, maka akan berakibat perubahan gen pada keturunannya. Penyebab mutasi dapat berupa faktor fisik, kimia ataupun biologis.

Penyebab mutasi dalam lingkungan yang bersifat fisik adalah radiasi dan suhu. Radiasi sebagai penyebab mutasi dibedakan menjadi radiasi pengion dan radiasi bukan pengion. Radiasi pengion adalah radiasi berenergi tinggi sedangkan radiasi bukan pengion adalah radiasi berenergi rendah. 

Contoh radiasi pengion adalah radiasi sinar X, sinar gamma, radiasi sinar kosmik. Contoh radiasi bukan pengion adalah radiasi sinar UV. Radiasi pengion mampu menembus jaringan atau tubuh makhluk hidup karena berenergi tinggi. Sementara radiasi bukan pengion hanya dapat menembus lapisan sel-sel permukaan karena berenergi rendah. Radiasi sinar tersebut akan menyebabkan perpindahan elektron-elektron ke tingkat energi yang lebih tinggi.

Atom-atom yang memiliki elektron-elektron demikian dinyatakan tereksitasi atau tergiatkan. Molekul-molekul yang mengandung atom yang berada dalam keadaan tereksitasi maupun terionisasi secara kimiawi lebih reaktif daripada molekul yang memiliki atom-atom yang berada dalam kondisi stabil. Reaktivitas yang meningkat tersebut mengundang terjadinya sejumlah reaksi kimia, terutama mutasi. Radiasi pengion dapat menyebabkan terjadinya mutasi gen dan pemutusan kromosom yang berakibat delesi, duplikasi, insersi, translokasi serta fragmentasi kromosom umumnya.

Penyebab mutasi dalam lingkungan yang bersifat kimiawi disebut juga mutagen kimiawi. Mutagen-mutagen kimiawi tersebut dapat dipilah menjadi 3 kelompok, yaitu analog basa, agen pengubah basa dan agen penyela. Senyawa yang merupakan contoh analog basa adalah 5-Bromourasil (5 BU). 5-BU adalah analog timin. Dalam hubungan ini posisi karbon ke-5 ditempati oleh gugus brom padahal posisi itu sebelumnya ditempati oleh gugus metil. Keberadaan gugus brom mengubah distribusi muatan serta meningkatkan peluang terjadinya tautomerik. 

Senyawa yang tergolong agen pengubah basa adalah mutagen yang secara langsung mengubah struktur maupun sifat kimia dari basa, yang termasuk kelompok ini adalah agen deaminasi, agen hidroksilasi serta agen alkilasi. Perlakuan dengan asam nitrit, misalnya, terhadap sitosin akan menghasilkan urasil yang berpasangan dengan adenin sehingga terjadi mutasi dari pasangan basa S-G menjadi T-A. Agen hidroksilasi adalah mutagen hydroxammin yang bereaksi khusus dengan sitosin dan menguabhnya sehingga sitosisn hanya dapat berpasangan dengan adenin. 

Sebagai akibatnya terjadi mutasi dari SG menjadi TA. Agen alkilasi mengintroduksi gugus alkil ke dalam basa pada sejumlah posisi sehingga menyebabkan perubahan basa yang akibatnya akan terbentuk pasangan basa yang tidak lazim. Senyawa yang tergolong agen interkalasi akan melakukan insersi antara basa-basa yang berdekatan pada satu atau kedua unting DNA. Contoh agen interkalasi adalah proflavin, aeridine, ethidium bromide, dioxin dan ICR-70.

Penyebab mutasi gen yang disebabkan oleh faktor biologis adalah fag. Efek mutagenik yang ditimbulkan oleh fag terutama berkaitan dengan integrasi DNA fag, pemutusan dan delesi DNA inang. Mutagenesis fag dapat terjadi karena kerusakan DNA akibat pemutusan dan delesi yang mungkin timbul oleh efek nuklease atau karena gangguan perbaikan DNA.

No comments:

Post a Comment