1.Mutasi
Gen (Mutasi Titik/ Point Mutation
Prinsipnya : Mutasi yang mengalami perubahan dimana yang berubah itu materi
yang ada di dalam Gen ( Materi didalam gen itu tidak lain adalah Nukleotida =
Basa nitrogennya)
2.
Mutasi Kromosom ( Mutasi besar /Gross Mutation)
Prinsipnya : Mutasi yang mengalami perubahan dimana yang berubah itu materi
yang ada di dalam Kromosom ( Materi didalam kromosom itu tidak lain adalah Gen
)
A.
Mutasi Gen
Mutasi titik (point mutation)
terjadi akibat perubahan pada basa ADN suatu gen. Mutasi ini hanya terjadi di
dalam gen.
Macam-macam
mutasi gen antara lain:
1. Substitusi
2. Delesi
3. Addisi
1. Substitusi
Bagaimana Substitusi itu ?
Substitusi yaitu mutasi gen yang mengarah ke perubahan
kode genetik, bisa terjadi pada Kodogen (DNA) / bisa juga pada kodon (triplet)
pada RNA m dari urutan kode basa Nitrogennya, sehingga membawa kesalahan
terbentuknya asam amino , Akibat kesalahan terbentuknya asam amino ini membawa
dampak ke kesalahan terbentuknya protein , kesalahan terbentuknya enzim karena
komponen penyusunnya protein . Akibatnya ya dipastikan terjadi mutasi . Mutasi
itu disebut mutasi Gen.
Substitusi
ini dibagi 2 berdasarkan perubahannya :
1. Transisi:Jika
ada perubahan kode genetik basa purin diganti basa purin ,
basa pirimidin diganti pula basa pirimidin
Mutasi transisi, yaitu suatu pergantian basa purin dengan
basa purin lain atau pergantian basa pirimidin dengan basa pirimidin lain; atau
disebut juga pergantian suatu pasangan basa purin-pirimidin dengan pasangan
purin-pirimidin lain.
Misalnya: seharusnya kan basa nirogen A berpasangan dengan
T karena mutasi ternyata A dengan S begitu juga harusnya G berpasangan dengan
S, ternyata G berpasangan dengan T.
Perhatikan gambar mutasi gen Substitusi Transisi dan
Transversi
a. Mutasi transisi, yaitu suatu pergantian basa purin
dengan basa purin , tau basa pirimidin diganti basa pirimidin.
TAGC berubah menjadi TGAC jadi yang berubah AG menjadi GA
apa artinya itu ?
basa purin A diganti basa purin G dan basa purin G diganti
basa Purin A . OK udah jelas
b. Transversi Jika ada perubahan kode genetik pada
nukleotida basa purin digantikan basa pirimidin atau sebaliknya.
2. Insersi / Addisi : Basa Nitrogen mengisi / menyisip diantara urutasn basa sehingga
frame mundur kebelakang dan otomatis asam amino yang terbentuk juga akan
berubah
jadi Insersi itu terjasi penambahan satu atau lebih
pasangan nukleotida pada suatu gen yang berpengaruh pada urutan basa nitrogen
sebelumnya .
lihat gambar
d. Delesi, yaitu pengurangan satu atau lebih pasangan
nukleotida pada suatu gen.
Kasusnya jelas terjadi penghapusan / kehilangan salah satu
basa nitrogen /triplet basa nitrogen sehingga Frame /kerangka urutan basa
nitrogen (Frameshift mutations) maju sesuai dengan hilangnya basa nitrogen
tersebut , Ya jelas pasti arti pada kode triplet yang diterapkan berbeda
Hal lain yang juga sering terjadi adalah terjadi
penambahan atau pengurangan atau substitusi namun ternyata nggak membawa dampak
pada pembentukan asam amino yang kemudian dikenal dengan Non sense mutation
Contoh terjadi substitusi A menjadi G dari AAA menjadi AAG
maka translationya jadi UUC ini menjadi tidak mengakibatkan perubahan
pembentukan protein.karena Kode : UUU (fenilalanin) diganti UUC tetap aja
fenilalanin OK
Sekali lagi kasus mutasi gen kenapa bisa mengarah ke
terjadinya variasi individu jawabnya karena terjadi suatu reaksi fusi antara
mutagen kimia dengan basa nitrogen yang ada sehingga terbentuk senyawa yang
berbeda membawa dampak pada perubahan proses translasinya , sehingga
berpengaruh pada asam amino yang terbentuk yang otomatis akan mempengaruhi
terbentuknya protein yang berbeda sehingga akan berpengaruh pada ketersediaan
enzim dan tentu akan mempengaruhi metabolisme jika enzim nya salah .OK
B. MUTASI KROMOSOM
Mutasi kromosom adalah perubahan yang terjadi pada Materi
yang ada di dalam kromosom. Materi yang ada didalam kromosom itu adalah Gen
jadi Mutasi kromosom bisa terjadi jika ada Gen yang hilang , tambah , urutanya
trbalik balik dll yang perubahan itu bisa secara spontan ataupun tidak spontan.
Namun tentu bisa juga terjadi pada kromosomnya , bisa kromosomnya jadi
bertambah atau berkurang .
Maka Mutasi
kromosom dibagi lagi menjadi tiga
1. Abrasi ( Kerusakan kromosom) artinya kromosomnya tetap baik, namun
isinya kromosom
(gen) porak poranda
Meliputi :
• Delesi ( hilang gennya)
• Duplikasi ( penambahan gen yang sealel /homolog)
• Translokasi ( penambahan gen yang bukan homolognya
• inversi ( susunan gen yang berpindah kedudukan)
• katenasi ( ujung gen bersatu membentuk lingkaran
kemudian bertukar gennya)
2. Aneusomi /Aneuploidi
3. euploidi ( Eu =
sejati artinya ploidinya berubah benar benar )
no 2 dan 3 mutasi kromosom yang ditentukann oleh perubahan
jumlahnya kromosom , bukan jumlahnya gen seperti pada no 1
untuk lebih jelasnya baca lanjutan di bawah
Mutasi adalah perubahan yang terjadi
pada bahan genetik (DNA maupun RNA), baik pada taraf urutan gen (disebut mutasi
titik) maupun pada taraf kromosom. Mutasi pada tingkat kromosomal biasanya
disebut aberasi. Mutasi pada gen dapat mengarah pada munculnya alel baru dan
menjadi dasar bagi kalangan pendukung evolusi mengenai munculnya
variasi-variasi baru pada spesies.
Mutasi terjadi pada frekuensi rendah di alam, biasanya
lebih rendah daripada 1:10.000 individu. Mutasi di alam dapat terjadi akibat
zat pembangkit mutasi (mutagen, termasuk karsinogen), radiasi surya maupun
radioaktif, serta loncatan energi listrik seperti petir.
Individu yang memperlihatkan perubahan sifat (fenotipe)
akibat mutasi disebut mutan. Dalam kajian genetik, mutan biasa dibandingkan
dengan individu yang tidak mengalami perubahan sifat (individu tipe liar atau
"wild type").
Macam-macam
Mutasi Berdasarkan Sel yang Mengalami Mutasi
Mutasi somatik adalah mutasi yang
terjadi pada sel somatik. mutasi ini tidak akan diwariskan pada keturunannya.
Mutasi Gametik adalah mutasi yang terjadi pada sel gamet. Karena terjadinya di
sel gamet, maka akan diwariskan oleh keturunannya.
Pada umumnya, mutasi itu merugikan, mutannya bersifat
letal dan homozigot resesif. namun mutasi juga menguntungkan, diantaranya,
melalui mutasi, dapat dibuat tumbuhan poliploid yang sifatnya unggul.
Contohnya, semangka tanpa biji, jeruk tanpa biji, buah stroberi yang be
sar,dll.
Terbentuknya tumbuhan poliploid ini menguntungkan bagi
manusia, namun merugikan bagi tumbuhan yang mengalami mutasi, karena tumbuhan
tersebut menjadi tidak bisa berkembang biak secara generatif.
Bahan-bahan yang menyebabkan terjadinya mutasi disebut
MUTAGEN. Mutagen dibagi menjadi 3, yaitu:
1. Mutagen bahan Kimia, contohnya adalah kolkisin dan zat
digitonin. Kolkisin adalah zat yang dapat menghalangi terbentuknya
benang-benang spindel pada proses anafase dan dapat menghambat pembelahan sel
pada anafase.
2. Mutagen bahan fisika, contohnya sinar ultraviolet,
sinar radioaktif,dll. Sinar ultraviolet dapat menyebabkan kanker kulit.
3. Mutagen bahan biologi, diduga virus dan bakeri dapat
menyebabkan terjadinya mutasi. Bagian virus yang dapat menyebabkan terjadinya
mutasi adalah DNA-nya.
Macam-macam mutasi
berdasarkan bagian yang mengalami mutasi
1. Mutasi titik (Mutasi Gen)
Mutasi titik merupakan perubahan pada basa N dari DNA atau
RNA. Mutasi titik relatif sering terjadi namun efeknya dapat dikurangi oleh
mekanisme pemulihan gen. Mutasi titik dapat berakibat berubahnya urutan asam
amino pada protein, dan dapat mengakibatkan berkurangnya, berubahnya atau
hilangnya fungsi enzim. Teknologi saat ini menggunakan mutasi titik sebagai
marker (disebut SNP) untuk mengkaji perubahan yang terjadi pada gen dan
dikaitkan dengan perubahan fenotipe yang terjadi.
Contoh mutasi gen adalah reaksi asam nitrit dengan adenin
menjadi zat hipoxanthine. Zat ini akan menempati tempat adenin asli dan
berpasangan dengan sitosin, bukan lagi dengan timin.
2. Aberasi (Mutasi Kromosom)
Mutasi kromosom sering juga disebut dengan mutasi
besar/gross mutation atau aberasi kromosom adalah perubahan jumlah kromosom dan
susunan atau urutan gen dalam kromosom. Mutasi kromosom sering terjadi karena
kesalahan meiosis dan sedikit dalam mitosis.
Aneuploidi adalah perubahan jumlah n-nya. Aneuploidi
dibagi menjadi 2, yaitu:
a. Allopoliploidi, yaitu n-nya mengganda sendiri karena
kesalahan meiosis.
b. Autopoliploidi, yaitu perkawinan atau hibrid antara
spesies yang berbeda jumlah set kromosomnya.
Aneusomi adalah perubahan jumlah kromosom. Penyebabnya
adalah anafase lag (peristiwa tidak melekatnya beneng-benang spindel ke
sentromer) dan non disjunction (gagal berpisah).
Aneusomi pada manusia dapat menyebabkan:
1. Sindrom Turner, dengan kariotipe (22AA+X0). Jumlah kromosomnya 45 dan
kehilangan 1 kromosom kelamin. Penderita Sindrom Turner berjenis kelamin
wanita, namun ovumnya tidak berkembang (ovaricular disgenesis).
2. Sindrom Klinefelter, kariotipe (22 AA+XXY), mengalami trisomik pada kromosom
gonosom. Penderita Sindrom Klinefelter berjenis kelamin laki-laki, namun
testisnya tidak berkembang (testicular disgenesis) sehingga tidak bisa
menghasilkan sperma (aspermia) dan mandul (gynaecomastis) serta payudaranya
tumbuh.
3. Sindrom Jacobs, kariotipe (22AA+XYY), trisomik pada kromosom gonosom.
Penderita sindrom ini umumnya berwajah kriminal, suka menusuk-nusuk mata dengan
benda tajam, seperti pensil,dll dan juga sering berbuat kriminal. Penelitian di
luar negeri mengatakan bahwa sebagian besar orang-orang yang masuk penjara
adalah orang-orang yang menderita Sindrom Jacobs.
4. Sindrom Patau,
kariotipe (45A+XX/XY), trisomik pada kromosom autosom. kromosom autosomnya
mengalami kelainan pada kromosom nomor 13, 14, atau 15.
5. Sindrom Edward, kariotipe (45A+XX/XY), trisomik pada autosom. Autosom mengalami
kelainan pada bb kromosom nomor 16,17, atau 18. Penderita
sindrom ini mempunyai tengkorak lonjong, bahu lebar pendek, telinga agak ke
bawah dan tidak wajar. (http://id.wikipedia.org)
6. Sindrom Down, kariotipe (45A+XX/45A+XY pada kromosom 21), trisomik pada
autosom. Ciri anatominya: badan dan kaki pendek, jalan agak lambat, kepala
bunder, bibir bawah tebal dan menjorok ke depan, mulut menganga, leher pendek
dan besar, telinga kecil, tapak tangan seperti tangan monyet, keterbelakangan
mental/idiot.
7. Sindrom Cri Du Chat, ( teriakan kucing )
mengalami delesi pada kromosom no 5 mental tertinggal kepala kecil, tangisan
seperti suara kucing. Biasa nya meninggal sekitar bayi sampai dengan anak anak.
Salah satu penyebab mutasi kromosom misalnya adalah
radiasi pada kromosom. Akibat dari mutasi kromosom misalnya adalah berbagai
kelainan genetik seperti sindrom Wolf-Hirschhorn, sindrom Turner, sindrom
Klinefelter, dan lainnya.
* Delesi
Delesi adalah mutasi kromosom di mana sebagian dari
kromosom menghilang. Delesi bisa terjadi akibat kegagalan ketika bertranslokasi
ataupun tidak kembali menyambungnya bagian kromosom setelah kromosom putus.
Salah satu kelainan genetik akibat delesi adalah sindrom Wolf-Hirscchorn di
mana terjadi delesi pada lengan-p kromosom 4.
* Duplikasi
Duplikasi adalah mutasi kromosom di mana sebagian dari
kromosom mengalami penggandaan (duplikasi). Duplikasi menyebabkan adanya materi
genetik tambahan.
* Translokasi
Translokasi adalah tersusun kembalinya kromosom dari
susunan sebelumnya. Ada dua macam translokasi yaitu translokasi resiprok dan
translokasi Robertsonian. Pada translokasi resiprok, ada dua kromosom yang bertukar
materi genetik. Sementara pada translokasi Robertsonian, kedua lengan pendek
kromosom hilang dan lengan panjangnya membentuk kromosom baru. Translokasi
Robertsonian biasanya terjadi pada kromosom dengan bentuk akrosentrik (kromosom
yang letak sentromernya berada mendekati ujung, salah satu lengan pendeknya
sangat pendek sehingga seperti tidak terlihat). Translokasi Robertsonian pada
manusia terjadi pada kromosom 13, 14, 15, 21, dan 22.
* Inversi
Inversi adalah penyusunan kembali materi genetik kromosom
tetapi terbalik dari susunan sebelumnya.
* Formasi cincin
Pada formasi cincin, kedua ujung lengan kromosom berfusi
membentuk bulatan seperti cincin. Ada tiga kemungkinan, kedua ujung lengan
kromosom akan menghilang kemudian kedua lengan berfusi, hanya salah satu ujung
lengan kromosom yang menghilang kemudian kedua lengan berfusi, atau pada kasus
yang lebih langka kedua lengan berfusi tanpa adanya penghilangan bagian ujung
lengan kromosom.
* Isokromosom
Isokromosom terjadi pada kromosom yang kehilangan salah
satu lengannya, kemudian mengkopi lengannya yang tidak hilang. Hasil kopian
lengan yang tersisa ini merupakan pencerminan dari lengan kromosom yang tidak
hilang.
Aneuploidi adalah kondisi abnormalitas pada jumlah
kromosom, baik kelebihan maupun kekurangan. Misalnya jika seorang manusia
memiliki jumlah kromosom 45 maka manusia ini mengalami kondisi aneuploidi.
Ada beberapa istilah yang digunakan dalam aneuploidi
yaitu:
* Monosomi
Monosomi adalah keadaan di mana hanya terdapat satu
kromosom. Monosomi kromosom X pada manusia menyebabkan seorang wanita terkena
sindrom Turner.
* Disomi
Disomi adalah keadaan di mana terdapat dua kromosom. Pada
manusia yang merupakan organisme diploid, kondisi disomi adalah keadaan normal.
Tetapi bagi organisme yang seharusnya memiliki tiga kromosom tetapi hanya
memiliki dua kromosom, maka organisme tersebut mengalami aneuploidi.
* Trisomi
Trisomi adalah keadaan di mana terdapat tiga kromosom.
Trisomi kromosom menyebabkan berbagai sindrom pada manusia. Salah satunya yang
paling sering adalah trisomi kromosom 21 yang menyebabkan sindrom Down. Trisomi
yang juga sering terjadi adalah trisomi kromosom 18 (menyebabkan sindrom
Edwards) dan trisomi kromosom 13 (menyebabkan sindrom Patau).
* Tetrasomi
Tetrasomi adalah keadaan di mana terdapat empat kromosom.
Tetrasomi terjadi misalnya pada kromosom seks (XXXX. XXXY, XXYY, dan XYYY).
* Pentasomi
Pentasomi adalah keadaan di mana terdapat lima kromosom.
Pentasomi juga terjadi pada kromosom seks (XXXXX, XXXXY, XXXYY, XXYYY, dan
XYYYY).
Mutan itu apa dan bagaiman bisa jadi mutan?
Di atas beberapa pertanyaan terkait mutasi, tapi berikut
ini akan lebih khusus dibahas tentang mutasi genetika , bukan tentang x-man,
hehe
1. Apa pengertian mutasi?
Jawab:
Mutasi merupakan perubahan yang terjadi pada materi
genetik, perubahan ini dapat diwariskan maupun tidak dan perubahan ini dapat
dideteksi. Ada beberapa pendapat para ahli tentang mutasi, di antaranya sebagai
berikut: Menurut Ayala dkk (1989), mutasi diartikan sebagai suatu proses yang
dapat menyebabkan suatu perubahan pada sesuatu gen. Sumber lain menyebutkan
mutasi sebagai perubahan materi genetik yang dapat diwariskan dan tiba-tiba
(Gardner, dkk, 1991) atau sesuatu perubahan materi genetik yang dapat
diwariskan dan yang dapat dideteksi yang bukan disebabkan oleh rekombinasi
genetik (Russel, 1992). Adapula yang menyatakan mutasi sebagai proses yang
menghasilkan perubahan struktur DNA atau kromosom (Klug dan Cummings, 1994).
2. Kapan mutasi terjadi?
Jawab: Mutasi dapat terjadi kapan saja dan dimana saja.
3. Apa yang dimaksud mutasi spontan dan mutasi terinduksi?
Jawab:
Mutasi spontan adalah mutasi (perubahan materi genetik)
yang terjadi akibat adanya sesuatu pengaruh yang tidak jelas, baik dari
lingkungan luar maupun dari internal organisme itu sendiri.
Mutasi terinduksi adalah mutasi yang terjadi akibat
paparan dari sesuatu yang jelas, misalnya paparan sinar UV.
4. Jelaskan 2 faktor utama penyebab mutasi!
Jawab:
Faktor utama penyebab mutasi adalah
faktor internal: kesalahan metabolisme, kesalahan replikasi
DNA akibat tautomeri, penggelembungan.
faktor eksternal: perubahan lingkungan, radiasi sinar UV,
radiasi ion, dll.
5. Mengapa tautomer dapat menyebabkan mutasi?
Jawab: Karena tautomer dapat mengakibatkan perubahan
posisi proton. Perubahan posisi proton ini mengakibatkan perubahan sifat ikatan
nukleotida. Pada purin, ikatan H yang berubah adalah ikatan 3-6 sedangkan pada
pirimidin terletak pada ikatan 3-4.
Apabila jumlah atom H yang nantinya akan mengakibatkan
ikatan antar basa nitrogen berubah maka kemungkinan besar basa nitrogen-basa
nitrogen tersebut tidak akan berikatan dengan pasangannya sehingga terjadilah
mutasi.
6. a. Mengapa penggelembungan unting juga dapat
menyebabkan terjadinya mutasi spontan?
b. jelaskan mekanisme terjadinya adisi dan delesi!
Jawab:
a. Penggelembungan unting bila terjadi pada unting lama
(template) akan menyebabkan delesi pada unting yang baru. Sementara jika
penggelembungan terjadi pada unting baru maka unting baru tersebut akan
mengalami adisi.
b. Hal ini dapat terjadi karena jika unting lama mengalami
penggelembungan, urutan basa nitrogen yang akan melakukan replikasi akan
berkurang sesuai dengan jumlah basa nitrogen yang mengalami penggelembungan.
Akibatnya, unting baru yang terbentuk akan mengalami delesi (pengurangan basa
nitrogen). Sebaliknya, jika yang mengalami penggelembungan adalah unting baru,
unting lama (DNA template) akan tetap melakukan replikasi untuk mengganti basa
nitrogen yang menggelembung. Akibatnya, unting baru akan mengalami penambahan
basa nitrogen.
7. Jelaskan peristiwa-peristiwa kimia apa saja yang dapat
menyebabkan terjadinya mutasi spontan.
Jawab:
Peristiwa kimia yang paling umum yang dapat menyebabkan
mutasi spontan adalah depurinasi dan deaminasi basa-basa tertentu. Pada
peristiwa depurinasi, adenin dan guanin tersingkir dari DNA karena terputusnya
ikatan kimia antara purin dan deoksiribose. Pada peristiwa depurinasi, jika
tersingkirnya purin itu tidak segera diperbaiki maka pada saat replikasi tidak
terbentuk pasangan basa komplementer yang lazim. Yang terjadi adalah secara
random basa apapun dapat diadakan. Pada replikasi berikutnya, keadaan tersebut
dapat menyebkan mutasi jika basa baru yang diadakan secara acak tersebut tidak
sama dengan basa mula-mula.
Sementara pada proses deaminasi, peristiwa yang terjadi
adalah tersingkirnya gugus amino dari basa. Contoh dari deaminasi adalah
deaminasi sitosin menjadi urasil. Oleh karena urasil merupakan basa nitrogen
yang tidak lazim bagi DNA maka sebagian besar urasil tersebut harus segera
disingkirkan dan diadakan proses perbaikan untuk mengembalikan sitosin. Apabila
urasil tidak segera diperbaiki maka hal itu akan menyebabkan pengadaan adenin
pada unting DNA baru hasil replikasi berikutnya, dan sebagai hasilnya adalah
terjadinya mutasi berupa perubahan pasangan bsa S-G menjadi T-A.
8. Mengapa transposisi dari transposable element dapat
menyebabkan terjadinya mutasi? Berikan bukti hal ini!
Jawab:
Karena transposable elemen merupakan gen yang dapat
berpindah-pindah dari satu gen ke gen yang lain atau dari satu kromosom ke
kromosom yang lain. Mutasi gen akibat transposisi tersebut terjadi karena
adanya insersi ke dalam sesuatu gen. Transposisi tersebut juga dapat
mempengaruhi ekspresi gen dengan cara insersi ke dalam urut-urutan pengatur
gen. Bukti yang yang paling baik tentang pengaruh transposisi transposable
elemen terhadap mutasi adalah terlihat pada Drosophilla yang mengalami mutasi
akibat insersi transposable elemen. Contoh alela mutan pada genom Drosophilla
antara lain wsp, wa, wbf, whd. Kekempat alela mutan tersebut merupakan alela
ganda yang terletak pada lokus W kromosom X. Alela tersebut mengatur ekspresi
warna mata. Akibat terjadinya mutasi, ekspresi warna mata pada Drosophilla
menjadi berubah tergantung pasangan alela yang baru.
9. Apa yang dimaksud dengan gen mutator?
Jawab:
Gen mutator adalah gen yang ekspresinya mempengaruhi
frekuensi mutasi gen-gen lain. Contoh gen mutator adalah mutan mut S pada E.
Coli yang menyebabkan terjadinya pergantian purin dengan purin atau pirimidin
dengan pirimidin, maupun pergantain purin dengan pirimidin dan sebaliknya.
10. Jelaskan penyebab mutasi dalam lingkungan yang
bersifat fisik, kimiawi dan biologis!
Jawab:
Penyebab mutasi dalam lingkungan yang bersifat fisik
adalah radiasi dan suhu. Radiasi sebagai penyebab mutasi dibedakan menjadi
radiasi pengion dan radiasi bukan pengion. Radiasi pengion adalah radiasi
berenergi tinggi sedangkan radiasi bukan pengion adalah radiasi berenergi
rendah. Contoh radiasi pengion adalah radiasi sinar X, sinar gamma, radiasi
sinar kosmik. Contoh radiasi bukan pengion adalah radiasi sinar UV. Radiasi
pengion mampu menembus jaringan atau tubuh makhluk hidup karena berenergi
tinggi. Sementara radiasi bukan pengion hanya daat menembus lapisan sel-sel
permukaan karena berenergi rendah. Radiasi sinar tersebut akan menyebabkan
perpindahan elektron-elektron ke tingkat energi yang lebih tinggi. Ataom-ataom
yang memiliki elektron-elektron sedemikian dinyatakan tereksitasi atau
tergiatkan. Molekul-molekul yang mengandung atom yang berada dalam keadaan
tereksitasi maupun terionisasi secara kimiawi lebih reaktif daripada molekul
yang memiliki atom-atom yang berada dalam kondisi stabil. Raktivitas yang
meningkat tersebut mengundang terjadinya sejumlah reaksi kimia, terutama
mutasi. Radiasi pengion dapat menyebabkan terjadinya mutasi gen dan pemutusan
kromosom yang berakibat delesi, duplikasi, insersi, translokasi serta
fragmentasi kromosom umumnya.
Penyebab mutasi dalam lingkungan yang bersifat kimiawi
disebut juga mutagen kimiawi. Mutagen-mutagen kimiawi tersebut dapat dipilah
menjadi 3 kelompok, yaitu analog basa, agen pengubah basa dan agen penyela.
Senyawa yang merupakan contoh analog basa adalah 5-Bromourasil (5 BU). 5-BU
adalah analog timin. Dalam hubungan ini posisi karbon ke-5 ditempati oleh gugus
brom padahal posisi itu sebelumnya ditempati oleh gugus metil. Keberadaan gugus
brom mengubah distribusi muatan serta meningkatkan peluang terjadinya
tautomerik. Senyawa yang tergolong agen pengubah basa adalah mutagen yang
secara langsung mengubah struktur maupun sifat kimia dari basa, yang termasuk
kelompok ini adalah agen deaminasi, agen hidroksilasi serta agen alkilasi.
Perlakuan dengan asam nitrit, misalnya, terhadap sitosin akan menghasilkan
urasil yang berpasangan dengan adenin sehingga terjadi mutasi dari pasangan
basa S-G menjadi T-A. Agen hidroksilasi adalah mutagen hydroxammin yang
bereaksi khusus dengan sitosin dan menguabhnya sehingga sitosisn hanya dapat
berpasangan dengan adenin. Sebagai akibatnya terjadi mutasi dari SG menjadi
TA.agen alkilasi mengintroduksi gugus alkil ke dalam basa pada sejumlah posisi
sehingga menyebabkan perubahan basa yang akibatnya akan terbentuk pasangan basa
yang tidak lazim. Senyawa yang tergolong agen interkalasi akan melakukan
insersi antara basa-basa yang berdekatan pada sati atau kedua unting DNA.
Contoh agen interkalasi adalah proflavin, aeridine, ethidium bromide, dioxin
dan ICR-70,
Penyebab mutasi gen yang disebabkan oleh faktor biologis
adalah fag. Efek mutagenik yang ditimbulkan oleh fag terutama berkaitan dengan
integrasi DNA fag, pemutusan dan delesi DNA inang. Mutagenesis fag dapat
terjadi karena kerusakan DNA akibat pemutusan dan delesi yang mungkin timbul
oleh efek nuklease atau karena gangguan perbaikan DNA.
11. Berdasarkan macam sel yang mengalami mutasi. Dibedakan
mutasi somatik dan mutasi germinal. Apa perbedaan kedua jenis mutasi tersebut
dilihat dari proses dan akibat yang ditimbulkan juga berikan contoh-contohnya!
Jawab:
Mutasi somatik adalah mutasi yang terjadi pada sel-sel
somatik sedangkan mutasi germinal adalah mutasi yang terjadi pada sel-sel
kelamin. Baik mutasi somatik maupun mutasi germinal dapat diturunkan dan dapat
pula tidak diturunkan. Mutasi somataik yang diturunkan apabila mutasi tersebut
terjadi pada sel-sel tunas. Labih lanjut, sel-sel tunas tersebut akan
berkembang menjadi batang, bunga dan juga biji. Sebagai akibatnya, sel-sel ovum
atau sperma yang terbentuk di dalam bunga juga akan menerima efek mutasi
tersebut sehingga keturunannya nanti juga akan mengandung gen mutan. Sebaliknya,
mutasi somatik yang tidak diwariskan adalah mutasi yang mengenai sel-sel tubuh.
Pada mutasi kali ini, gen mutan tidak akan diwariskan pada keturunannya.
Sel-sel germinal yang mengalami mutasi, secara otomatis susunan gen sel kelamin
akan berubah sehingga berakibat perubahan gen pada keturunannya.
Contoh mutasi somati: mutasi pada sel-sel kulit
Contoh mutasi germinal: mutasi pada gonad
12. Apa yang dimaksud mutasi gen dan mutasi kromosom?
Jawab:
Mutasi gen adalah mutasi yang terjadi dalam lingkup gen sedangkan
mutasi kromosom adalah mutasi yang terjadi dalam lingkup koromosom. Peristiwa
yang terjadi pada mutasi gen dapat perubahan urut-urutan DNA. Mutasi kromosom
terdiri dari perubahan struktur kromosom dan perubahan jumlah kromosom.
13. Jelaskan macam-macam mutasi gen yang spesifik dan
jelaskan mekanisme masing-masing!
Jawab:
a. Mutasi pergantian pasangan basa
Perubahan yang terjadi pada suatu gen berupa pergantian
suatu pasangan basa oleh pasangan basa lainnya.misalnya pasangan AT diganti
oleh GS
b. Mutasi transisi
Suatu pergantian basa purin dengan basa purin lain atau
pergantian basa pirimidin dengan basa pirimidin lain; atau disebut juga sebagai
pergantian suatu pasangan basa purin-pirimidin dengan pasangan purin-pirimidin
lain. Misalnya: AT→GS, GS→AT, SG→TA.
c. Mutasi tranversi
Suatu pergantian antara purin diganti dengan pirimidin
pada posisi (tapak0 yang sama.
d. Mutasi misens
Perubahan suatu kode genetik sehinggaa menyebabkan asam
amino terkait (pada polipeptida) berubah.
e. Mutasi netral
Pergantian suat pasangan basa yang terkait dengan
perubahan suatu kode genetik dan menimbulkan perubahan asam amino terkait tapi
tidak sampai mengakibatkan perubahan fungsi protein.
f. Mutasi diam
Perubahan suatu pasangan basa dalam gen yang menimbulkan
perubahan satu kode genetik tetapi tidak mengakibatkan perubahan atau
pergantian asam amino yang dikode.
g. Mutasi perubahan rangka
Mutasi yang terjadi karena delesi atau adsi sat atau lebih
pasang basa alam satu gen.
h. Mutasi titik
Foward mtation : mengubah wild type
Reverse mutation : memulihkan polipeptida
Non fungsonal → fungsional penuh atau sebagian
14. Jelaskan mutasi kromosom dan contoh-contohnya!
Jawab:
Mutasi kromosom yaitu mutasi yang disebabkan karena
perubahan struktur kromosom atau perubahan jumlah kromosom
15. Jelaskan 3 makna tentang mutasi berlangsung secara
acak!
Jawab:
Mutasi adalah kejadian kebetulan karena merupakan
perkecualian yang jarang terhadap keteraturan proses replikasi DNA
Mutasi adalah kejadian kebetulan atau acak, karena tidak ada
cara untuk mengetahui apakah suatu gen tertentu akan bermutasi pada suatu sel
tertentu atau pada suatu generasi tertentu.
Mutasi adalah kejadian kebetulan, tidak terarah atau acak
karena tidak diarahkan untuk kepentingan adaptasi.
BAB XI
MUTASI
• Pengertian Mutasi
• Mekanisme Molekuler Mutasi
• Mutasi Spontan dan Mutasi Induksi
• Estimasi Laju Mutasi Spontan dengan Metode Clb
• Mutagen Kimia dan Fisika
• Mekanisme Perbaikan DNA
• Mutasi Balik dan Mutasi Penekan
• Uji Ames
BAB XI. MUTASI
Fungsi ketiga materi genetik adalah fungsi evolusi, yang
agar dapat melaksanakannya materi genetik harus mempunyai kemampuan untuk
melakukan mutasi. Peristiwa mutasi atau perubahan materi genetik, di samping
segregasi dan rekombinasi, akan menciptakan variasi genetik yang berguna untuk
mengantisipasi perubahan kondisi lingkungan yang sewaktu-waktu dapat terjadi.
Pengaruh fenotipik yang ditimbulkan oleh mutasi sangat
bervariasi, mulai dari perubahan kecil yang hanya dapat dideteksi melalui
analisis biokimia hingga perubahan pada proses-proses esensial yang dapat
mengakibatkan kematian sel atau bahkan organisme yang mengalaminya. Jenis sel
dan tahap perkembangan individu menentukan besar kecilnya pengaruh mutasi.
Selain itu, pada organisme diploid pengaruh mutasi juga bergantung kepada
dominansi alel. Dalam hal ini, alel mutan resesif tidak akan memunculkan
pengaruh fenotipik selama berada di dalam individu heterozigot karena tertutupi
oleh alel dominannya yang normal.
Kita mengenal berbagai macam peristiwa mutasi sesuai dengan
kriteria yang digunakan untuk mengelompokkannya. Pada organisme multiseluler
dapat dibedakan antara mutasi germinal dan mutasi somatis. Mutasi germinal
terjadi pada sel-sel germinal atau sel-sel penghasil gamet, sedangkan mutasi
somatis terjadi pada sel-sel selain sel germinal. Mutasi somatis akan
menyebabkan terbentuknya khimera, yaitu individu dengan jaringan normal dan
jaringan yang terdiri atas sel-sel somatis mutan. Alel-alel hasil mutasi
somatis tidak akan diwariskan kepada keturunan individu yang mengalaminya
karena mutasi ini tidak mempengaruhi sel-sel germinal. Pada tanaman tingkat
tinggi mutasi somatis justru sering kali menghasilkan varietas-varietas yang
diinginkan dan untuk perbanyakannya harus dilakukan secara vegetatif.
Mekanisme Molekuler Mutasi
Meskipun tidak selalu, perubahan urutan asam amino pada
suatu protein dapat menyebabkan perubahan sifat-sifat biologi protein tersebut.
Hal ini karena pelipatan rantai polipeptida sebagai penentu struktur tiga
dimensi molekul protein sangat bergantung kepada interaksi di antara asam-asam
amino dengan muatan yang berlawanan. Contoh yang paling sering dikemukakan
adalah perubahan sifat biologi yang terjadi pada molekul hemoglobin.
Hemoglobin pada individu dewasa normal terdiri atas dua
rantai polipeptida α yang identik dan dua rantai polipeptida β yang identik
juga. Namun, pada penderita anemia bulan sabit (sickle cell anemia) salah satu
asam amino pada polipeptida β, yakni asam glutamat, digantikan atau
disubstitusi oleh valin. Substitusi asam glutamat, yang bermuatan negatif, oleh
valin, yang tidak bermuatan atau netral, mengakibatkan perubahan struktur
hemoglobin dan juga eritrosit yang membawanya. Hemoglobin penderita anemia
bulan sabit akan mengalami kristalisasi ketika tidak bereaksi dengan oksigen
sehingga akan mengendap di pembuluh darah dan menyumbatnya. Demikian juga,
eritrositnya menjadi lonjong dan mudah pecah.
Seperti dikatakan di atas, perubahan urutan asam amino
tidak selalu menyebabkan perubahan sifat-sifat biologi protein atau menghasilkan
fenotipe mutan. Substitusi sebuah asam amino oleh asam amino lain yang
muatannya sama, misalnya substitusi histidin oleh lisin, sering kali tidak
berpengaruh terhadap struktur molekul protein atau fenotipe individu. Jadi, ada
tidaknya pengaruh substitusi suatu asam amino terhadap perubahan sifat protein
bergantung kepada peran asam amino tersebut dalam struktur dan fungsi protein.
Setiap perubahan asam amino disebabkan oleh perubahan
urutan basa nukleotida pada molekul DNA. Akan tetapi, perubahan sebuah basa
pada DNA tidak selamanya disertai oleh substitusi asam amino karena sebuah asam
amino dapat disandi oleh lebih dari sebuah triplet kodon (lihat Bab X).
Perubahan atau mutasi basa pada DNA yang tidak menyebabkan substitusi asam
amino atau tidak memberikan pengaruh fenotipik dinamakan mutasi tenang (silent
mutation). Namun, substitusi asam amino yang tidak menghasilkan perubahan sifat
protein atau perubahan fenotipik pun dapat dikatakan sebagai mutasi tenang.
Mutasi yang terjadi pada sebuah atau sepasang basa pada
DNA disebut sebagai mutasi titik (point mutation). Mekanisme terjadinya mutasi
titik ini ada dua macam, yaitu (1) substitusi basa dan (2) perubahan rangka
baca akibat adanya penambahan basa (adisi) atau kehilangan basa (delesi).
Mutasi titik yang disebabkan oleh substitusi basa dinamakan mutasi substitusi
basa, sedangkan mutasi yang terjadi karena perubahan rangka baca dinamakan
mutasi rangka baca (frameshift mutation) seperti telah disinggung pada Bab X.
Apabila substitusi basa menyebabkan substitusi asam amino
seperti pada kasus hemoglobin anemia bulan sabit, maka mutasinya dinamakan
mutasi salah makna (missense mutation). Sementara itu, jika substitusi basa
menghasilkan kodon stop, misalnya UAU (tirosin) menjadi UAG (stop), maka
mutasinya dinamakan mutasi tanpa makna (nonsense mutation) atau mutasi
terminasi rantai (chain termination mutation).
Substitusi basa pada sebuah triplet kodon dapat
menghasilkan sembilan kemungkinan perubahan triplet kodon karena tiap basa
mempunyai tiga kemungkinan substitusi. Sebagai contoh, kodon UAU dapat
mengalami substitusi basa menjadi AAU (asparagin), GAU (asam aspartat), CAU
(histidin), UUU (fenilalanin), UGU (sistein), UCU (serin), UAA (stop), UAG
(stop), dan UAC (tirosin). Kita bisa melihat bahwa perubahan yang terakhir,
yakni UAC, tidak menghasilkan substitusi asam amino karena baik UAC maupun UAU
menyandi asam amino tirosin.
Mutasi substitusi basa dapat dibedakan menjadi dua
kelompok, yaitu transisi dan transversi. Pada transisi terjadi substitusi basa
purin oleh purin atau substitusi pirimidin oleh pirimidin, sedangkan pada
transversi terjadi substitusi purin oleh pirimidin atau pirimidin oleh purin.
Secara skema kedua macam substitusi basa tersebut dapat dilihat pada Gambar
11.1.
A
T C
G
Gambar 11.1. Skema substitusi basa nukleotida
transisi transversi
Sementara itu, mutasi rangka baca akan mengakibatkan
perubahan rangka baca semua triplet kodon di belakang tempat terjadinya mutasi
tersebut. Akan tetapi, adisi atau pun delesi sebanyak kelipatan tiga basa pada
umumnya tidak akan menimbulkan pengaruh fenotipik mutasi rangka baca. Demikian
pula, seperti dikatakan pada Bab X adisi satu basa yang diimbangi oleh delesi
satu basa di tempat lain, atau sebaliknya, akan memperbaiki kembali rangka baca
di belakang tempat tersebut. Selain itu, apabila adisi atau delesi terjadi pada
daerah yang sangat dekat dengan ujung karboksil suatu protein, maka mutasi
rangka baca yang ditimbulkannya tidak akan menyebabkan sintesis protein
nonfungsional. Dengan perkataan lain, mutasi tidak memberikan pengaruh
fenotipik.
Mutasi Spontan
Perubahan urutan basa nukleotida berlangsung spontan dan
acak. Tidak ada satu pun cara yang dapat digunakan untuk memprediksi saat dan
tempat akan terjadinya suatu mutasi. Meskipun demikian, setiap gen dapat
dipastikan mengalami mutasi dengan laju tertentu sehingga memungkinkan untuk
ditetapkan peluang mutasinya. Artinya, kita dapat menentukan besarnya peluang
bagi suatu gen untuk bermutasi sehingga besarnya peluang untuk mendapatkan
suatu alel mutan dari gen tersebut di dalam populasi juga dapat dihitung.
Terjadinya suatu peristiwa mutasi tidak dapat dikatakan
sebagai hasil adaptasi sel atau organisme terhadap kondisi lingkungannya.
Kebanyakan mutasi memperlihatkan pengaruh yang sangat bervariasi terhadap
tingkat kemampuan adaptasi sel atau organisme, mulai dari netral (sangat
adaptable) hingga letal (tidak adaptable). Oleh karena itu, tidak ada korelasi
yang nyata antara mutasi dan adaptasi. Namun, pemikiran bahwa mutasi tidak ada
sangkut pautnya dengan adaptasi tidak diterima oleh sebagian besar ahli biologi
hingga akhir tahun 1940-an ketika Joshua dan Esther Lederberg melalui
percobaannya pada bakteri membuktikan bahwa mutasi bukanlah hasil adaptasi.
Dengan teknik yang dinamakan replica plating koloni-koloni
bakteri pada kultur awal (master plate) dipindahkan ke medium baru (replica
plate) menggunakan velvet steril sehingga posisi setiap koloni pada medium baru
akan sama dengan posisinya masing-masing pada kultur awal. Medium baru dibuat
dua macam, yaitu medium nonselektif seperti pada kultur awal dan medium
selektif yang mengandung lebih kurang 109 fag T1. Hanya koloni-koloni mutan
yang resisten terhadap infeksi fag T1 (mutan T1-r) yang dapat tumbuh pada
medium selektif ini. Dari percobaan tersebut terlihat bahwa koloni-koloni mutan
T1-r yang tumbuh pada medium selektif tidak terbentuk sebagai hasil adaptasi
terhadap kehadiran fag T1, tetapi sebenarnya sudah ada semenjak pada kultur
awal. Dengan demikian, teknik selektif semacam itu hanya akan menyeleksi mutan-mutan
yang telah ada sebelumnya di dalam suatu populasi.
master plate
transfer
replica plate replica plate
(medium nonselektif) (medium selektif)
Gambar 11.2. Percobaan transfer koloni (replica plating)
= koloni mutan T1-r
Teknik selektif seperti yang diuraikan di atas memberikan
dasar bagi pemahaman tentang munculnya resistensi berbagai populasi hama dan
penyakit terhadap senyawa kimia yang digunakan untuk mengendalikannya. Sebagai
contoh, sejumlah populasi lalat rumah saat ini nampak sangat resisten terhadap
insektisida DDT. Hal ini menunjukkan betapa seleksi telah memunculkan populasi
lalat rumah dengan kombinasi mekanisme enzimatik, anatomi, dan perilaku untuk
dapat resisten terhadap atau menghindari bahan kimia tersebut. Begitu pula,
gejala peningkatan resistensi terhadap antibiotik yang diperlihatkan oleh
berbagai macam bakteri penyebab penyakit pada manusia tidak lain merupakan
akibat proses seleksi untuk memunculkan dominansi strain-strain mutan tahan
antibiotik yang sebenarnya memang telah ada sebelumnya.
Laju mutasi
Laju mutasi adalah peluang terjadinya mutasi pada sebuah
gen dalam satu generasi atau dalam pembentukan satu gamet. Pengukuran laju
mutasi penting untuk dilakukan di dalam genetika populasi, studi evolusi, dan
analisis pengaruh mutagen lingkungan.
Mutasi spontan biasanya merupakan peristiwa yang sangat
jarang terjadi sehingga untuk memperkirakan peluang kejadiannya diperlukan
populasi yang sangat besar dengan teknik tertentu. Salah satu teknik yang telah
digunakan untuk mengukur laju mutasi adalah metode ClB yang ditemukan oleh
Herman Muller. Metode ClB mengacu kepada suatu kromosom X lalat Drosophila
melanogaster yang memiliki sifat-sifat tertentu. Teknik ini dirancang untuk
mendeteksi mutasi yang terjadi pada kromosom X normal.
Kromosom X pada metode ClB mempunyai tiga ciri penting,
yaitu (1) inversi yang sangat besar (C), yang menghalangi terjadinya pindah
silang pada individu betina heterozigot; (2) letal resesif (l); dan (3) marker
dominan Bar (B) yang menjadikan mata sempit (lihat Bab VII). Dengan adanya
letal resesif, individu jantan dengan kromosom tersebut dan individu betina
homozigot tidak akan bertahan hidup.
Persilangan pertama dilakukan antara betina heterozigot
untuk kromosom ClB dan jantan dengan kromosom X normal. Di antara keturunan
yang diperoleh, dipilih individu betina yang mempunyai mata Bar untuk
selanjutnya pada persilangan kedua dikawinkan dengan jantan normal. Individu
betina dengan mata Bar ini jelas mempunyai genotipe heterozigot karena menerima
kromosom ClB dari tetua betina dan kromosom X normal dari tetua jantannya.
Hasil persilangan kedua yang diharapkan adalah dua betina berbanding dengan
satu jantan. Ada tidaknya individu jantan hasil persilangan kedua ini digunakan
untuk mengestimasi laju mutasi letal resesif.
Oleh karena pindah silang pada kromosom X dihalangi oleh
adanya inversi (C) pada individu betina, maka semua individu jantan hasil
persilangan hanya akan mempunyai genotipe + . Kromosom X pada individu jantan
ini berasal dari tetua jantan awal (persilangan pertama). Sementara itu,
individu jantan dengan kromosom X ClB selalu mengalami kematian. Meskipun
demikian, kadang-kadang pada persilangan kedua tidak diperoleh individu jantan
sama sekali. Artinya, individu jantan yang mati tidak hanya yang membawa
kromosom ClB, tetapi juga individu yang membawa kromosom X dari tetua jantan
awal. Jika hal ini terjadi, kita dapat menyimpulkan bahwa kromosom X pada tetua
jantan awal yang semula normal berubah atau bermutasi menjadi kromosom X dengan
letal resesif. Dengan menghitung frekuensi terjadinya kematian pada individu
jantan yang seharusnya hidup ini, dapat dilakukan estimasi kuantitatif terhadap
laju mutasi yang menyebabkan terbentuknya alel letal resesif pada kromosom X.
Ternyata, lebih kurang 0,15% kromosom X terlihat mengalami mutasi semacam itu
selama spermatogenesis, yang berarti bahwa laju mutasi untuk mendapatkan letal
resesif per kromosom X per gamet adalah 1,5 x 10-3.
betina Bar ClB + jantan normal
ClB ? + ? ClB +
letal
betina Bar
(dipilih untuk disilangkan dengan jantan normal)
ClB ? +
ClB + ? + ClB ?
letal letal
jika X-nya
membawa
letal resesif
Gambar 11.3. Metode ClB untuk mengestimasi laju mutasi
= kromosom X yang berasal dari tetua jantan pada
persilangan pertama
Pada metode ClB tidak diketahui laju mutasi gen tertentu
karena kita tidak dapat memastikan banyaknya gen pada kromosom X yang apabila
mengalami mutasi akan berubah menjadi alel resesif yang mematikan. Namun,
semenjak ditemukannya metode ClB berkembang pula sejumlah metode lain untuk
mengestimasi laju mutasi pada berbagai organisme. Hasilnya menunjukkan bahwa
laju mutasi sangat bervariasi antara gen yang satu dan lainnya. Sebagai contoh,
laju mutasi untuk terbentuknya tubuh berwarna kuning pada Drosophila adalah
10-4 per gamet per generasi, sementara laju mutasi untuk terbentuknya resitensi
terhadap streptomisin pada E. coli adalah 10-9 per sel per generasi.
Asal-mula terjadinya mutasi spontan
Ada tiga mekanisme yang paling penting pada mutasi
spontan, yaitu (1) kesalahan selama replikasi, (2) perubahan basa nukleotida
secara spontan, dan (3) peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan penyisipan
(insersi) dan pemotongan (eksisi) unsur-unsur yang dapat berpindah
(transposable elements).
Pada Bab IX telah kita bicarakan bahwa enzim Pol I dan Pol
III adakalanya membuat kesalahan dengan menyisipkan basa yang salah ketika
replikasi DNA sedang berlangsung. Namun, enzim-enzim DNA polimerase ini juga
diketahui mempunyai kemampuan untuk memperbaiki kesalahan (proof reading)
melalui aktivitas eksonukleasenya dengan cara memotong basa yang salah pada
ujung 3’ untai DNA yang sedang dipolimerisasi.
Aktivitas penyuntingan oleh DNA polimerase boleh dikatakan
sangat efisien meskipun tidak berarti sempurna benar. Kadang-kadang suatu
kesalahan replikasi luput dari mekanisme penyuntingan tersebut. Akan tetapi,
ada sistem lain yang berfungsi dalam perbaikan kesalahan replikasi DNA. Sistem
ini dikenal sebagai sistem perbaikan salah pasangan (mismatch repair). Berbeda
dengan sistem penyuntingan oleh DNA polimerase, sistem perbaikan salah pasangan
tidak bekerja pada ujung 3’ untai DNA yang sedang tumbuh, tetapi mengenali
kesalahan basa di dalam untai DNA. Caranya, segmen DNA yang membawa basa yang
salah dibuang sehingga terdapat celah (gap) di dalam untai DNA. Selanjutnya,
dengan bantuan enzim Pol I celah ini akan diisi oleh segmen baru yang membawa
basa yang telah diperbaiki.
Sistem perbaikan salah pasangan, seperti halnya mekanisme
penyuntingan oleh DNA polimerase, tidaklah sempurna sama sekali. Kadang-kadang
ada juga kesalahan pasangan basa yang tidak dikenalinya. Jika hal ini terjadi,
timbullah mutasi spontan.
5’ GAGTCGAATC 3’ untai cetakan
3’ CTCAGTTTAG 5’ untai baru
GAGTCGAATC
CTC AG AGTTT segmen dengan
perbaikan eksisi basa yang salah
GAGTCGAATC
CTCAGCTTAG untai yang telah diperbaiki
Gambar 11.4. Mekanisme perbaikan salah pasangan
Basa-basa tautomerik adakalanya dapat tergabung dengan
benar ke dalam molekul DNA. Pada saat penggabungan berlangsung, basa tersebut
akan membentuk ikatan hidrogen yang benar dengan basa pada untai DNA cetakan
sehingga fungsi penyuntingan oleh DNA polimerase tidak dapat mengenalinya.
Sistem perbaikan salah pasangan akan mengoreksi kesalahan semacam itu. Akan
tetapi, jika segmen yang membawa kesalahan basa tersebut telah mengalami
metilasi, maka sistem perbaikan salah pasangan tidak dapat membedakan antara
untai cetakan dan untai baru. Hal ini akan menimbulkan mutasi spontan.
Sumber mutasi spontan lainnya adalah perubahan basa
sitosin yang telah termetilasi menjadi timin karena hilangnya gugus amino.
Sitosin yang seharusnya berpasangan dengan guanin berubah menjadi timin yang
berpasangan dengan adenin sehingga terjadilah mutasi transisi (purin menjadi
purin, pirimidin menjadi pirimidin). Dalam hal ini hilangnya gugus amino dari
sitosin yang telah termetilasi tidak dapat dikenali oleh sistem perbaikan salah
pasangan, dan basa timin yang seharusnya sitosin tersebut tidak dilihat sebagai
basa yang salah.
Mutasi Induksi
Laju mutasi spontan yang sangat rendah ternyata dapat
ditingkatkan dengan aplikasi berbagai agen eksternal. Mutasi dengan laju yang
ditingkatkan ini dinamakan mutasi induksi. Bukti pertama bahwa agen eksternal
dapat meningkatkan laju mutasi diperoleh dari penelitian H. Muller pada tahun
1927 yang memperlihatkan bahwa sinar X dapat menyebabkan mutasi pada
Drosophila. Agen yang dapat menyebabkan terjadinya mutasi seperti sinar X ini
dinamakan mutagen.
Semenjak penemuan Muller tersebut, berbagai mutagen fisika
dan kimia digunakan untuk meningkatkan laju mutasi. Dengan mutagen-mutagen ini
dapat diperoleh bermacam-macam mutan pada beberapa spesies organisme.
Basa analog
Basa analog merupakan senyawa kimia yang struktur
molekulnya sangat menyerupai basa nukleotida DNA sehingga dapat menjadi bagian
yang menyatu di dalam molekul DNA selama berlangsungnya replikasi normal. Hal
ini karena suatu basa analog dapat berpasangan dengan basa tertentu pada untai
DNA cetakan. Namun, bisa juga masuknya sebuah basa analog terkoreksi melalui
mekanisme penyuntingan oleh enzim DNA polimerase.
Apabila suatu basa analog dapat membentuk ikatan hidrogen
dengan dua macam cara, maka basa analog ini dikatakan bersifat mutagenik.
Sebagai contoh, basa 5-bromourasil (BU) yang diketahui mudah sekali bergabung
dengan DNA bakteri dan virus, dapat mempunyai dua macam bentuk, yaitu keto dan
enol sehingga dapat membentuk ikatan hidrogen dengan dua macam cara. Basa ini
analog dengan basa timin karena hanya berbeda pada posisi gugus metil yang
diganti dengan atom bromium. Jika sel yang akan dimutasi ditumbuhkan pada
medium yang mengandung BU dalam bentuk keto, maka selama replikasi DNA
adakalanya timin digantikan oleh BU sehingga pasangan basa AT berubah menjadi
ABU. Penggantian ini belum dapat dikatakan sebagai peristiwa mutasi. Akan
tetapi, jika BU berada dalam bentuk enol, maka BU akan berpasangan dengan
guanin (GBU), dan pada putaran replikasi berikutnya, molekul DNA yang baru akan
mempunyai pasangan basa GC pada posisi yang seharusnya ditempati oleh pasangan
basa AT. Dengan demikian, telah terjadi mutasi tautomerik berupa transisi dari
AT ke GC (Gambar 11.5).
Percobaan-percobaan berikutnya menunjukkan bahwa mekanisme
mutagenesis BU dapat terjadi dengan cara lain. Konsentrasi deoksinukleosida
trifofat (dNTP) di dalam sel pada umumnya diatur oleh konsentrasi deoksitimidin
trifosfat (dTTP). Artinya, konsentrasi dTTP akan menentukan konsentrasi ketiga
dNTP lainnya untuk keperluan sintesis DNA. Apabila suatu saat dTTP terdapat
dalam jumlah yang sangat berlebihan, maka akan terjadi hambatan dalam sintesis
dCTP. Sementara itu, BU sebagai basa yang analog dengan timin juga dapat
menghambat sintesis dCTP. Jika BU ditambahkan ke dalam medium pertumbuhan, maka
dTTP akan disintesis dalam jumlah normal tetapi sintesis dCTP akan sangat
terhambat. Akibatnya, nisbah dTTP terhadap dCTP menjadi sangat tinggi dan
frekuensi salah pasangan GT, yang seharusnya GC, akan meningkat. Mekanisme
penyuntingan dan perbaikan salah pasangan sebenarnya dapat membuang basa timin
yang salah berpasangan dengan guanin tersebut. Akan tetapi, keberadaan BU
ternyata menyebabkan laju perbaikan menjadi tertinggal oleh laju salah
pasangan. Pada putaran replikasi berikutnya basa timin pada pasangan GT akan
berpasangan dengan adenin sehingga posisi yang seharusnya ditempati oleh GC
sekarang diganti dengan AT. Dengan perkataan lain, BU telah menginduksi mutasi
tautomerik berupa transisi GC menjadi AT.
A=T
substitusi T oleh BU (keto)
A=BU
replikasi 1
A=T G=BU pengikatan G oleh BU (enol)
replikasi 2
A=T A=T G=C A=BU
transisi
Gambar 11.5. Mutasi tautomerik (transisi) akibat basa
analog 5-bromourasil
Mutagen-mutagen kimia
Berbeda dengan basa analog yang hanya bersifat mutagenik
ketika DNA sedang melakukan replikasi, mutagen kimia dapat mengakibatkan mutasi
pada DNA baik yang sedang bereplikasi maupun yang tidak sedang bereplikasi.
Beberapa di antara mutagen kimia, misalnya asam nitros (HNO2), menimbulkan
perubahan yang sangat khas. Namun, beberapa lainnya, misalnya agen-agen
alkilasi, memberikan pengaruh dengan spektrum yang luas.
HNO2 bekerja sebagai mutagen dengan mengubah gugus amino
(NH2) pada basa adenin, sitosin, dan guanin menjadi gugus keto (=O) sehingga
spesifisitas pengikatan hidrogen pada basa-basa tersebut juga mengalami
perubahan. Deaminasi adenin akan menghasilkan hipoksantin (H), yang berpasangan
dengan sitosin. Hal ini mengakibatkan terjadinya transisi AT menjadi GC melaui
HC. Dengan mekanisme serupa, deaminasi sitosin yang menghasilkan urasil akan
mengakibatkan transisi GC menjadi AT melalui AU.
Agen alkilasi etilmetan sulfonat (EMS) dan mustard
nitrogen merupakan mutagen-mutagen kimia yang banyak digunakan dalam penelitian
genetika. Kedua-duanya akan memberikan gugus etil (C2H5) atau sejenisnya kepada
basa DNA. Jika HNO2 terbukti sangat bermanfaat pada sistem prokariot, maka
agen-agen alkilasi sangat efektif untuk digunakan pada sistem eukariot.
Alkilasi pada basa G atau T akan menyebabkan terjadinya
salah pasangan yang mengarah kepada transisi AT→ GC dan GC → AT. Selain itu,
EMS dapat juga bereaksi dengan A dan C.
O CH2 – CH2 – Cl
CH3 – CH2 – O – S – CH3 HN
O CH2 – CH2 – Cl
etilmetan sulfonat mustard nitrogen
Gambar 11.6. Struktur molekul dua agen alkilasi yang umum
digunakan
Fenomena lain yang dapat muncul akibat terjadinya alkilasi
guanin adalah depurinasi, yaitu hilangnya basa purin yang telah mengalami
alkilasi tersebut dari molekul DNA karena patahnya ikatan yang menghubungkannya
dengan gula deoksiribosa. Depurinasi tidak selalu bersifat mutagenik karena
celah yang terbentuk dengan hilangnya basa purin tadi dapat segera diperbaiki.
Akan tetapi, garpu replikasi sering kali terlebih dahulu telah mencapai celah
tersebut sebelum perbaikan sempat dilakukan. Jika hal ini terjadi, maka
replikasi akan terhenti tepat di depan celah dan kemudian dimulai lagi dengan
menyisipkan basa adenin pada posisi yang komplementer dengan celah tersebut.
Akibatnya, setelah replikasi basa adenin di posisi celah tersebut akan
berpasangan dengan timin atau terjadi pasangan TA. Padahal seharusnya pasangan
basa pada posisi celah tersebut adalah GC (bukankah yang hilang adalah G?).
Oleh karena itu pada posisi celah tersebut terjadi perubahan dari GC menjadi TA
atau purin-pirimidin menjadi pirimidin-purin. Perubahan ini tidak lain
merupakan mutasi tautomerik jenis transversi.
Interkalasi
Senyawa kimia akridin, yang salah satu contohnya adalah proflavin
(Bab X), memiliki struktur molekul berupa tiga cincin sehingga sangat
menyerupai pasangan basa purin – pirimidin atau pirimidin – purin. Dengan
struktur yang sangat menyerupai sebuah pasangan basa, akridin dapat menyisip di
antara dua pasangan basa yang berdekatan pada molekul DNA. Peristiwa penyisipan
semacam ini dinamakan interkalasi.
Pengaruh interkalasi terhadap molekul DNA adalah
terjadinya perenggangan jarak antara dua pasangan basa yang berurutan. Besarnya
perenggangan sama dengan tebal molekul akridin. Apabila DNA yang membawa
akridin tadi melakukan replikasi, maka untai DNA hasil replikasi akan ada yang
mengalami adisi dan ada yang mengalami delesi pada posisi terjadinya
interkalasi. Dengan demikian, mutasi yang ditimbulkan bukanlah mutasi
tautomerik, melainkan mutasi rangka baca.
Iradiasi ultraviolet
Sinar ultraviolet (UV) dapat menghasilkan pengaruh, baik
letal maupun mutagenik, pada semua jenis virus dan sel. Pengaruh ini disebabkan
oleh terjadinya perubahan kimia pada basa DNA akibat absorpsi energi dari sinar
tersebut. Pengaruh terbesar yang ditimbulkan oleh iradiasi sinar UV adalah
terbentuknya pirimidin dimer, khususnya timin dimer, yaitu saling terikatnya
dua molekul timin yang berurutan pada sebuah untai DNA. Dengan adanya timin dimer,
replikasi DNA akan terhalang pada posisi terjadinya timin dimer tersebut.
Namun, kerusakan DNA ini pada umumnya dapat diperbaiki melalui salah satu di
antara empat macam mekanisme, yaitu fotoreaktivasi, eksisi, rekombinasi, dan
SOS.
Fotoreaktivasi
Mekanisme perbaikan ini bergantung kepada cahaya. Dengan
adanya cahaya, ikatan antara timin dan timin akan terputus oleh suatu enzim
tertentu. Sebenarnya enzim tersebut telah mengikat dimer, baik ketika ada
cahaya maupun tidak ada cahaya. Akan tetapi, aktivasinya memerlukan spektrum
biru cahaya sehingga enzim tersebut hanya bisa bekerja apabila ada cahaya.
Eksisi
Perbaikan dengan cara eksisi merupakan proses enzimatik
bertahap yang diawali dengan pembuangan dimer dari molekul DNA, diikuti oleh
resintesis segmen DNA baru, dan diakhiri oleh ligasi segmen tersebut dengan
untai DNA. Ada dua mekanisme eksisi yang agak berbeda. Pada mekanisme pertama,
enzim endonuklease melakukan pemotongan (eksisi) pada dua tempat yang mengapit
dimer. Akibatnya, segmen yang membawa dimer akan terlepas dari untai DNA.
Pembuangan segmen ini kemudian diikuti oleh sintesis segmen baru yang akan
menggantikannya dengan bantuan enzim DNA polimerase I. Akhirnya, segmen yang
baru tersebut diligasi dengan untai DNA sehingga untai DNA ini sekarang tidak
lagi membawa dimer.
Pada mekanisme yang kedua pemotongan mula-mula hanya
terjadi pada satu tempat, yakni di sekitar dimer. Pada celah yang terbentuk
akibat pemotongan tersebut segera terjadi sintesis segmen baru dengan urutan
basa yang benar. Pada waktu yang sama terjadi pemotongan lagi pada segmen yang
membawa dimer sehingga segmen ini terlepas dari untai DNA. Seperti pada
mekanisme yang pertama, proses ini diakhiri dengan ligasi segmen yang baru tadi
dengan untai DNA.
Rekombinasi
Berbeda dengan dua mekanisme yang telah dijelaskan
sebelumnya, perbaikan kerusakan DNA dengan cara rekombinasi terjadi setelah
replikasi berlangsung. Oleh karena itu, mekanisme ini sering juga dikatakan
sebagai rekombinasi pascareplikasi.
Ketika DNA polimerase sampai pada suatu dimer, maka
polimerisasi akan terhenti sejenak untuk kemudian dimulai lagi dari posisi
setelah dimer. Akibatnya, untai DNA hasil polimerisasi akan mempunyai celah
pada posisi dimer. Mekanisme rekombinasi pada prinsipnya merupakan cara untuk
menutup celah tersebut menggunakan segmen yang sesuai pada untai DNA cetakan
yang membawa dimer. Untuk jelasnya, skema mekanisme tersebut dapat dilihat pada
Gambar 11.8.
DNA yang membawa dimer pada kedua untainya melakukan
replikasi (Gambar 11.8.a) sehingga pada waktu garpu replikasi mencapai dimer
akan terbentuk celah pada kedua untai DNA yang baru (Gambar 11.8.b). Celah akan
diisi oleh segmen yang sesuai dari masing-masing untai DNA cetakan yang membawa
dimer. Akibatnya, pada untai DNA cetakan terdapat segmen yang hilang. Jadi,
sekarang kedua untai DNA cetakan selain membawa dimer juga mempunyai celah,
sedangkan kedua untai DNA baru tidak mempunyai celah lagi (Gambar 11.8.c).
Akhirnya, segmen penutup celah akan terligasi dengan sempurna pada
masing-masing untai DNA baru (Gambar 11.8.d).
Mekanisme SOS
Mekanisme perbaikan DNA dengan sistem SOS dapat dilihat
sebagai jalan pintas yang memungkinkan replikasi tetap berlangsung meskipun
harus melintasi dimer. Hasilnya berupa untai DNA yang utuh tetapi sering kali
sangat defektif. Oleh karena itu, mekanisme SOS dapat dikatakan sebagai sistem
perbaikan yang rentan terhadap kesalahan.
dimer
pemotongan di dua tempat pemotongan di satu tempat
di sekitar dimer
resintesis segmen baru oleh Pol I
pemotongan segmen
ligasi yang membawa dimer
ligasi
Gambar 11.7. Mekanisme eksisi untuk memperbaiki DNA
Ketika sistem SOS aktif, sistem penyuntingan oleh DNA
polimerase III justru menjadi tidak aktif. Hal ini dimaksudkan agar
polimerisasi tetap dapat berjalan melintasi dimer. Untai DNA yang baru akan
mempunyai dua basa adenin berurutan pada posisi dimer (dalam kasus timin
dimer). Dengan sendirinya, kedua adenin ini tidak dapat berpasangan dengan
timin karena kedua timin berada dalam bentuk dimer. Sistem penyuntingan tidak
dapat memperbaiki kesalahan ini karena tidak aktif, sedangkan sistem perbaikan
salah pasangan sebenarnya dapat memperbaikinya. Namun, karena jumlah dimer di
dalam setiap sel yang mengalami iradiasi UV biasanya begitu banyak, maka sistem
perbaikan salah pasangan tidak dapat memperbaiki semua kesalahan yang ada.
Akibatnya, mutasi tetap terjadi. Pengaruh mutagenik iradiasi UV memang hampir
selalu merupakan akibat perbaikan yang rentan terhadap kesalahan.
a) b)
d) c)
Gambar 11.8. Skema mekanisme rekombinasi pascareplikasi
= pirimidin dimer
= penutupan celah oleh segmen dari untai DNA
cetakan yang membawa dimer
Radiasi pengion
Radiasi pengion mempunyai energi yang begitu besar
sehingga molekul air dan senyawa kimia lainnya yang terkena olehnya akan
terurai menjadi fragmen-fragmen bermuatan listrik. Semua bentuk radiasi pengion
akan menyebabkan pengaruh mutagenik dan letal pada virus dan sel. Radiasi
pengion meliputi sinar X beserta partikel-partikelnya dan radiasi yang
dihasilkan oleh unsur-unsur radioaktif seperti partikel α, β, dan sinar γ.
Intensitas radiasi pengion dinyatakan secara kuantitatif
dengan beberapa macam cara. Ukuran yang paling lazim digunakan adalah rad, yang
didefinisikan sebagai besarnya radiasi yang menyebabkan absorpsi energi sebesar
100 erg pada setiap gram materi.
Frekuensi mutasi yang diinduksi oleh sinar X sebanding
dengan dosis radiasi yang diberikan. Sebagai contoh, frekuensi letal resesif
pada kromosom X Drosophila meningkat linier sejalan dengan meningkatnya dosis
radiasi sinar X. Pemaparan sebesar 1000 rad meningkatkan frekuensi mutasi dari
laju mutasi spontan sebesar 0,15% menjadi 3%. Pada Drosophila tidak terdapat
ambang bawah dosis pemaparan yang yang tidak menyebabkan mutasi. Artinya,
betapapun rendahnya dosis radiasi, mutasi akan tetap terinduksi.
Pengaruh mutagenik dan letal yang ditimbulkan oleh radiasi
pengion terutama berkaitan dengan kerusakan DNA. Ada tiga macam kerusakan DNA
yang disebabkan oleh radiasi pengion, yaitu kerusakan pada salah satu untai,
kerusakan pada kedua untai, dan perubahan basa nukleotida. Pada eukariot
radiasi pengion dapat menyebabkan kerusakan kromosom, yang biasanya bersifat
letal. Akan tetapi, pada beberapa organisme terdapat sistem yang dapat
memperbaiki kerusakan kromosom tersebut meskipun perbaikan yang dilakukan sering
mengakibatkan delesi, duplikasi, inversi, dan translokasi.
Radiasi pengion banyak digunakan dalam terapi tumor. Pada
prinsipnya perlakuan ini dimaksudkan untuk meningkatkan frekuensi kerusakan
kromosom pada sel-sel yang sedang mengalami mitosis. Oleh karena tumor
mengandung banyak sekali sel yang mengalami mitosis sementara jaringan normal
tidak, maka sel tumor yang dirusak akan jauh lebih banyak daripada sel normal
yang dirusak. Namun, tidak semua sel tumor mengalami mitosis pada waktu yang
sama. Oleh karena itu, iradiasi biasanya dilakukan dengan selang waktu beberapa
hari agar sel-sel tumor yang semula sedang beristirahat kemudian melakukan
mitosis. Diharapkan setelah iradiasi diberikan selama kurun waktu tertentu,
semua sel tumor akan rusak.
Mutasi Balik dan Mutasi Penekan
Kebanyakan mutasi yang telah kita bicarakan hingga saat
ini adalah perubahan dari bentuk alami atau normal ke bentuk mutan, atau sering
dikatakan sebagai mutasi ke depan (forward mutation). Namun, seperti telah
disinggung pada Bab X, mutasi dapat juga berlangsung dari bentuk mutan ke
bentuk normal. Mutasi semacam ini dinamakan mutasi balik atau reversi. Ada dua
mekanisme yang berbeda pada mutasi balik, yaitu (1) perubahan urutan basa pada
DNA mutan sehingga benar-benar pulih seperti urutan basa pada fenotipe
normalnya dan (2) terjadinya mutasi kedua di suatu tempat lainnya di dalam
genom yang mengimbangi atau menekan pengaruh mutasi pertama sehingga mutasi
yang kedua tersebut sering disebut sebagai mutasi penekan (suppressor
mutation).
Mekanisme mutasi balik berupa mutasi penekan jauh lebih
umum dijumpai daripada mekanisme yang pertama. Mutasi penekan dapat terjadi di
suatu tempat di dalam gen yang sama dengan mutasi pertama yang ditekannya.
Dengan perkataan lain, terjadi penekanan intragenik. Akan tetapi, mutasi
penekan dapat juga terjadi di dalam gen yang lain atau bahkan di dalam kromosom
yang lain sehingga peristiwanya dinamakan penekanan intergenik. Kebanyakan
mutasi penekan, baik intra- maupun intergenik, tidak dapat sepenuhnya memulihkan
mutan ke fenotipe normalnya seperti yang akan diuraikan di bawah ini.
Penekanan intragenik
Pada garis besarnya ada dua macam cara penekanan
intragenik. Cara yang pertama telah kita jelaskan pada Bab X, yaitu perbaikan
rangka baca dengan kompensasi adisi-delesi sehingga rangka baca yang bergeser
sebagian besar dapat dikembalikan seperti semula. Jika bagian yang tidak dapat
dipulihkan bukan merupakan urutan yang esensial, maka pembacaan rangka baca
akan menghasilkan fenotipe normal.
Pada cara yang kedua tidak terjadi adisi dan delesi pada
urutan basa, tetapi perubahan suatu asam amino yang mengakibatkan hilangnya
aktivitas protein akan diimbangi oleh perubahan asam amino lainnya yang
memulihkan aktivitas protein tersebut. Sebagai contoh dapat dikemukakan
penekanan mutasi enzim triptofan sintetase pada E. coli, yang disandi oleh gen
trpA pada. Salah satu di antara dua polipeptida yang menyusun enzim tersebut
adalah polipeptida A yang terdiri atas 268 asam amino. Pada strain normal asam
amino yang ke-210 adalah glisin. Jika asam amino glisin ini berubah menjadi
asam glutamat, maka enzim triptofan sintetase menjadi tidak aktif. Perubahan
glisin menjadi asam glutamat sebenarnya tidak menyebabkan inaktivasi enzim
secara langsung karena glisin tidak terletak pada tapak aktif. Namun, perubahan
ini mengakibatkan perubahan struktur pelipatan enzim sehingga secara tidak
langsung akan mempengaruhi tapak aktifnya. Sementara itu, asam amino normal
yang ke-174 adalah tirosin, yang interaksinya dengan asam amino ke-210
menentukan aktivitas enzim. Apabila tirosin berubah menjadi sistein, maka
struktur pelipatan enzim yang telah berubah karena glisin digantikan oleh asam
glutamat justru akan dipulihkan oleh interaksi sistein dengan asam glutamat.
Dengan demikian, aktivitas enzim pun dapat dipulihkan. Jadi, perubahan glisin
menjadi asam glutamat akan ditekan pengaruhnya oleh perubahan tirosin menjadi
sistein. Begitu pula sebaliknya, jika perubahan tirosin menjadi sistein terjadi
terlebih dahulu, maka pengaruhnya akan ditekan oleh perubahan glisin menjadi
asam glutamat.
Penekanan intergenik
Penekanan intergenik yang paling umum dijumpai adalah
penekanan oleh suatu produk mutasi gen terhadap pengaruh mutasi yang
ditimbulkan oleh sejumlah gen lainnya. Contoh yang paling dikenal dapat dilihat
pada gen-gen penyandi tRNA. Pengaruh yang ditimbulkannya adalah mengubah
kekhususan pengenalan kodon pada mRNA oleh antikodon pada tRNA.
Mutasi semacam itu pertama kali ditemukan pada
strain-strain E. coli yang dapat menekan mutan-mutan fag T4 tertentu.
Mutan-mutan ini gagal untuk membentuk plak (lihat Bab XII) pada strain bakteri
standar tetapi dapat membentuk plak pada strain yang mengalami mutasi penekan.
Strain yang mengalami mutasi penekan ini ternyata juga dapat menekan mutasi pada
sejumlah gen yang terdapat pada genom bakteri sendiri.
Mutasi penekan intergenik dapat memulihkan baik mutasi
tanpa makna (nonsense) maupun mutasi salah makna (missense). Penekanan mutasi
tanpa makna disebabkan oleh mutasi gen penyandi tRNA sehingga terjadi perubahan
antikodon pada tRNA yang memungkinkannya untuk mengenali kodon stop hasil
mutasi. Sebagai contoh, salah satu kodon untuk tirosin, yakni UAC dapat berubah
menjadi kodon stop UAG. Mutasi ini dapat ditekan oleh molekul tRNA mutan yang
membawa triptofan dengan antikodon AUC. Antikodon pada molekul tRNA normal yang
membawa triptofan adalah AAC. Dengan tRNA mutan, kodon UAG yang seharusnya
merupakan kodon stop berubah menjadi kodon yang menyandi triptofan. Akibatnya,
terminasi dapat dibatalkan, atau dengan perkataan lain, mutasi tRNA telah
memulihkan mutasi tanpa makna.
Penekanan mutasi salah makna oleh mutasi penekan
intergenik antara lain dapat dilihat contohnya pada pemulihan aktivitas protein
yang hilang akibat perubahan valin (tidak bermuatan) menjadi asam aspartat
(bermuatan negatif). Pemulihan terjadi karena asam aspartat digantikan oleh
alanin (tidak bermuatan). Substitusi ini dapat terjadi dengan empat macam cara,
yaitu (1) mutasi antikodon yang memungkinkan tRNA untuk mengenali kodon yang berbeda
seperti halnya yang terjadi pada pemulihan mutasi tanpa makna, (2) mutasi pada
tRNA yang mengubah sebuah basa di dekat antikodon sehingga tRNA dapat mengenali
dua kodon yang berbeda, (3) mutasi di luar kala (loop) antikodon yang
memungkinkan aminoasil sintetase mengenali tRNA sehingga terjadi asilasi yang
menyebabkan tRNA ini membawa asam amino yang lain, dan (4) mutasi aminoasil
sintetase yang kadang-kadang salah mengasilasi tRNA.
Pada notasi konvensional, mutasi penekan diberi lambang
sup diikuti dengan angka (atau kadang-kadang huruf) yang membedakan penekan
yang satu dengan penekan lainnya. Sel yang tidak mempunyai penekan dilambangkan
dengan sup0.
Mutasi balik sebagai cara untuk mendeteksi mutagen dan
karsinogen
Dewasa ini terjadi peningkatan jumlah dan macam bahan
kimia yang mencemari lingkungan. Beberapa di antaranya dikenal potensial
sebagai mutagen. Selain itu, kebanyakan karsinogen juga merupakan mutagen. Oleh
karena itu, uji mutagenesis terhadap bahan-bahan kimia semacam ini perlu
dilakukan.
Cara yang paling sederhana untuk melihat mutagenesis suatu
bahan kimia adalah uji mutasi balik menggunakan mutan nutrisional pada bakteri.
Senyawa yang dicurigai potensial sebagai mutagen ditambahkan ke dalam medium
padat, diikuti dengan penaburan (plating) suatu mutan bakteri dalam jumlah
tertentu. Banyaknya koloni revertan (fenotipe normal hasil mutasi balik) yang
muncul dihitung. Peningkatan frekuensi revertan yang tajam apabila dibandingkan
dengan frekuensi yang diperoleh di dalam medium tanpa senyawa kimia yang
dicurigai tersebut mengindikasikan bahwa senyawa yang diuji adalah mutagen.
Meskipun demikian, cara seperti tersebut di atas tidak
dapat digunakan untuk memperlihatkan mutagenesis sejumlah besar karsinogen yang
potensial. Hal ini karena banyak sekali senyawa kimia yang tidak langsung
bersifat mutagenik / karsinogenik, tetapi harus melalui beberapa reaksi
enzimatik terlebih dahulu sebelum menjadi mutagen. Reaksi-reaksi enzimatik
tersebut terjadi di dalam organ hati hewan dan tidak ada kesepadanannya di
dalam sel bakteri. Fungsi normal enzim-enzim itu adalah melindungi organisme
dari berbagai bahan beracun dengan cara mengubahnya menjadi bahan yang tidak
beracun. Akan tetapi, ketika enzim-enzim itu bertemu dengan bahan kimia
tertentu, maka mereka akan mengubah bahan tersebut dari sifatnya yang semula
tidak mutagenik menjadi mutagenik. Enzim-enzim tersebut terdapat di dalam
komponen sel-sel hati yang dinamakan fraksi mikrosomal. Pemberian fraksi
mikrosomal yang berasal dari hati tikus ke dalam medium pertumbuhan bakteri
memungkinkan dilakukannya deteksi mutagenisitas. Perlakuan ini mendasari teknik
pemeriksaan karsinogen menggunakan metode yang dinamakan uji Ames.
Di dalam uji Ames mutan-mutan bakteri Salmonella
typhimurium yang memerlukan pemberian histidin eksternal atau disebut dengan
mutan His- digunakan untuk menguji mutagenisitas senyawa kimia atas dasar
mutasi baliknya menjadi His+. Mutan-mutan His- membawa baik mutasi tautomerik
maupun mutasi rangka baca. Di samping itu, strain-strain bakteri tersebut
dibuat menjadi lebih sensitif terhadap mutagenesis dengan menggabungkan
beberapa alel mutan yang dapat menginaktifkan sistem perbaikan eksisi dan
menjadikannya lebih permiabel terhadap molekul-molekul asing. Oleh karena
beberapa mutagen hanya bekerja pada DNA yang sedang melakukan replikasi, maka
medium pertumbuhan yang digunakan harus mengandung histidin dalam jumlah yang
cukup untuk mendukung beberapa putaran replikasi tetapi tidak cukup untuk
memungkinkan terbentuknya koloni yang dapat dilihat. Ke dalam medium tersebut
kemudian ditambahkan mutagen potensial yang akan diuji.
Fraksi mikrosomal dari hati tikus disebarkan ke permukaan
medium, diikuti dengan penaburan bakteri. Apabila bahan kimia yang diuji adalah
mutagen atau diubah menjadi mutagen, maka koloni bakteri akan terbentuk.
Analisis kuantitatif terhadap frekuensi mutasi balik dapat dilakukan juga
dengan membuat variasi jumlah mutagen potensial tersebut di dalam medium.
Frekuensi mutasi balik ternyata bergantung kepada konsentrasi bahan kimia yang
diuji, dan pada karsinogen tertentu juga nampak adanya korelasi dengan
efektivitasnya pada hewan.
Uji Ames saat ini telah banyak digunakan pada beribu-ribu
senyawa seperti pengawet makanan, pestisida, pewarna rambut, dan kosmetika.
Frekuensi mutasi balik yang tinggi tidak serta-merta berarti bahwa senyawa yang
diuji adalah karsinogen, tetapi setidak-tidaknya memperlihatkan adanya peluang
seperti itu. Akibat dilakukannya uji Ames, banyak industri terpaksa
mereformulasi produk-produknya.
Bukti terakhir tentang karsinogenisitas suatu bahan kimia
ditentukan atas dasar hasil uji pembentukan tumor pada hewan-hewan percobaan.
Jadi, uji Ames sebenarnya hanya berperan dalam mengurangi jumlah bahan kimia
yang harus diuji menggunakan hewan percobaan.
Penyebab dan dampak mutasi somatik? dan mengapa mutasi
somatik belum tentu diwariskan pada keturunannya sedangkan mutasi gametik pasti
diturunkan???.
J : Mutasi somatik adalah mutasi yang terjadi pada sel-sel
somatik sedangkan mutasi gametik adalah mutasi yang terjadi pada sel-sel
kelamin. Mutasi somatik dapat diturunkan dan dapat pula tidak diturunkan.
Mutasi somatik yang diturunkan apabila mutasi tersebut
terjadi pada sel-sel tunas. Lebih lanjut, sel-sel tunas tersebut akan
berkembang menjadi batang, bunga dan juga biji. Sebagai akibatnya, sel-sel ovum
atau sperma yang terbentuk di dalam bunga juga akan menerima efek mutasi
tersebut sehingga keturunannya nanti juga akan mengandung gen mutan.
Sebaliknya, mutasi somatik yang tidak diwariskan adalah
mutasi yang mengenai sel-sel tubuh. Pada mutasi kali ini, gen mutan tidak akan
diwariskan pada keturunannya. Bila yang mengalami mutasi sel-sel kelamin, maka
akan berakibat perubahan gen pada keturunannya. Penyebab mutasi dapat berupa
faktor fisik, kimia ataupun biologis.
Penyebab mutasi dalam lingkungan yang bersifat fisik
adalah radiasi dan suhu. Radiasi sebagai penyebab mutasi dibedakan menjadi
radiasi pengion dan radiasi bukan pengion. Radiasi pengion adalah radiasi
berenergi tinggi sedangkan radiasi bukan pengion adalah radiasi berenergi
rendah.
Contoh radiasi pengion adalah radiasi sinar X, sinar
gamma, radiasi sinar kosmik. Contoh radiasi bukan pengion adalah radiasi sinar
UV. Radiasi pengion mampu menembus jaringan atau tubuh makhluk hidup karena
berenergi tinggi. Sementara radiasi bukan pengion hanya dapat menembus lapisan
sel-sel permukaan karena berenergi rendah. Radiasi sinar tersebut akan
menyebabkan perpindahan elektron-elektron ke tingkat energi yang lebih tinggi.
Atom-atom yang memiliki elektron-elektron demikian
dinyatakan tereksitasi atau tergiatkan. Molekul-molekul yang mengandung atom
yang berada dalam keadaan tereksitasi maupun terionisasi secara kimiawi lebih
reaktif daripada molekul yang memiliki atom-atom yang berada dalam kondisi
stabil. Reaktivitas yang meningkat tersebut mengundang terjadinya sejumlah
reaksi kimia, terutama mutasi. Radiasi pengion dapat menyebabkan terjadinya
mutasi gen dan pemutusan kromosom yang berakibat delesi, duplikasi, insersi,
translokasi serta fragmentasi kromosom umumnya.
Penyebab mutasi dalam lingkungan yang bersifat kimiawi
disebut juga mutagen kimiawi. Mutagen-mutagen kimiawi tersebut dapat dipilah
menjadi 3 kelompok, yaitu analog basa, agen pengubah basa dan agen penyela.
Senyawa yang merupakan contoh analog basa adalah 5-Bromourasil (5 BU). 5-BU
adalah analog timin. Dalam hubungan ini posisi karbon ke-5 ditempati oleh gugus
brom padahal posisi itu sebelumnya ditempati oleh gugus metil. Keberadaan gugus
brom mengubah distribusi muatan serta meningkatkan peluang terjadinya
tautomerik.
Senyawa yang tergolong agen pengubah basa adalah mutagen
yang secara langsung mengubah struktur maupun sifat kimia dari basa, yang
termasuk kelompok ini adalah agen deaminasi, agen hidroksilasi serta agen
alkilasi. Perlakuan dengan asam nitrit, misalnya, terhadap sitosin akan
menghasilkan urasil yang berpasangan dengan adenin sehingga terjadi mutasi dari
pasangan basa S-G menjadi T-A. Agen hidroksilasi adalah mutagen hydroxammin
yang bereaksi khusus dengan sitosin dan menguabhnya sehingga sitosisn hanya
dapat berpasangan dengan adenin.
Sebagai akibatnya terjadi mutasi dari SG menjadi TA. Agen
alkilasi mengintroduksi gugus alkil ke dalam basa pada sejumlah posisi sehingga
menyebabkan perubahan basa yang akibatnya akan terbentuk pasangan basa yang
tidak lazim. Senyawa yang tergolong agen interkalasi akan melakukan insersi
antara basa-basa yang berdekatan pada satu atau kedua unting DNA. Contoh agen
interkalasi adalah proflavin, aeridine, ethidium bromide, dioxin dan ICR-70.
Penyebab mutasi gen yang disebabkan oleh faktor biologis
adalah fag. Efek mutagenik yang ditimbulkan oleh fag terutama berkaitan dengan
integrasi DNA fag, pemutusan dan delesi DNA inang. Mutagenesis fag dapat
terjadi karena kerusakan DNA akibat pemutusan dan delesi yang mungkin timbul
oleh efek nuklease atau karena gangguan perbaikan DNA.