Friday 8 January 2016

manajemen perkawinan ternak

A.  Pubertas
Proses reproduksi pada ternak baru dapat berlangsung sesudah ternak tersebut mencapai dewasa kelamin, atau biasa disebut dengan pubertas.  Pubertas adalah suatu indikator bahwa hewan sudah mempunyai kemampuan untuk kawin.  Pubertas terjadi sebelum seekor ternak mencapai dewasa tubuh atau body maturity yang dicapai apabila bobot badan sudah mencapai 50-70 persen dari bobot badan dewasa.
Pada ternak jantan, pubertas dicapai apabila androgen dan sperma telah diproduksi, organ-organ reproduksi telah masak, penis telah terbebas dari selubung dan ternak tersebut mengawini betina dan betina tersebut dapat bunting. 
Pada ternak betina pubertas adalah umur dimana terjadi berahi pertama disertai dengan ovulasi secara spontan.  Satu atau lebih ovulasi tenang dapat terjadi sebelum ternak betina menunjukkan tanda-tanda berahi yang berhubungan dengan ovulasi.  Frekuensi ovulasi tenang ini sangat tergantung dari efisiensi estrus secara luas.  Umur berahi pertama pada ternak betina bervariasi, pada umumnya disebabkan karena perkawinan dan perbedaan laju pertumbuhan. 
Diantara banyak faktor yang mempengaruhi umur tercapainya pubertas adalah bangsa ternak dan keadaan pakan atau nutrisi.  Pada tingkat nutrisi yang rendah dan laju pertumbuhan yang lambat, pubertas dapat terhambat beberapa minggu, sedang tingkat konsumsi nutrisi yang tinggi akan mempercepat pubertas.  Musim dapat pula mempengaruhi tercapainya umur pubertas.

Pada sapi-sapi potong yang ada di Indonesia, pubertas terjadi pada umur antara 11 – 15 bulan.  Untuk sapi-sapi Zebu biasanya terjadi pada umur 18 – 24 bulan, pada sapi-sapi Eropa dicapai pada umur 16 – 18 bulan.
Pubertas babi jantan dicapai pada umur 5 – 8 bulan, babi jantan muda sebaiknya dibiarkan mencapai umur 8-9 bulan sebelum dipakai untuk mengawini betina.  Seekor babi betina mencapai pubertas pada umur sekitar 5 -8 bulan, dan umur yang dianjurkan untuk perkawinan pertamanya adalah 8-10 bulan. 
Domba dan kambing mencapai pubertas tergantung pada bangsanya, pada umumnya umur 6 – 8 bulan.  Ternak jantan sebaiknya mulai dipakai sebagai pemacek diatas satu tahun.

B.  Estrus atau berahi pada ternak
Sejak tercapainya pubertas, terjadilah berahi pada ternak yang tidak bunting, menurut suatu siklus yang ritmis dan khas bagi jenis-jenis ternak tertentu.  Interval antara satu periode estrus ke periode berikutnya disebut siklus estrus.  Sapi, kerbau, domba, kambing dan babi termasuk hewan poli estrus, karena siklus estrusnya berkesinambungan; musim atau iklim tidak mempengaruhi terjadinya siklus estrus ini.  Pada ternak jantan, siklus berahi tidak ada, pada umumnya pejantan selalu bersedia menerima ternak betina untuk aktivitas reproduksi.
Perkawinan dapat berhasil apabila ternak betina yang dikawinkan dalam keadaan berahi (estrus).  Estrus adalah suatu fase dalam siklus berahi dimana ternak betina bersedia atau mau menerima pejantan untuk aktifitas reproduksi.

Adapun tanda-tanda munculnya estrus pada ternak adalah :
  1. Ternak tampak gelisah
  2. Nafsu makan turun
  3. Mencoba menunggangi dan diam bila dinaiki ternak lain
  4. Sering mengibas-ngibaskan ekor dan sering kencing
  5. Vulva kelihatan bengkak, merah dan hangat
  6. Keluar lendir transparan dari servik yang mengalir melalui vulva dan vagina.
Dibandingkan dengan ternak sapi, tanda-tanda berahi pada kerbau hampir tidak diketahui dan sulit ditentukan.  Cara yang paling tepat untuk menentukan apakah berbau betina tersebut berahi atau tidak dapat digunakan kerbau jantan untuk mendeteksinya.  Tanda-tanda berahi yang tidak nyata tersebut tidak menyulitkan peternak, karena perkawinan kerbau pada umumnya berlangsung di padang penggembalaan dimana kerbau jantan leluasa memilih betina-betina yang sedang berahi.
Lama berahi dan siklus berahi pada berbagai jenis ternak berbeda-beda.  Untuk ternak sapi siklus berahi datang sekali dalam 18-24 hari, dengan rata-rata 21 hari, sedang lama berahi berkisar 6-30 jam, dengan rata-rata 17 jam dan ovulasi terjadi 9-11 jam setelah selesainya estrus.
Kerbau betina memperlihatkan siklus berahi yang normal selama kurang lebih tiga minggu.  Di Indonesia, siklus berahi pada kerbau Lumpur berkisar antara 17-29 hari, dengan rata-rata 21,53 hari.  Lama berahi ternak kerbau lebih lama daripada sapi, yaitu berkisar antara 24-36 jam, dengan rata-rata 17,65 jam.
Lama siklus berahi normal pada domba berkisar antara 14-19 hari, dengan rata-rata 17 hari, lama berahi pada domba-domba lokal di Indonesia berkisar antara 24-48 jam, dengan rta-rata 35,5 jam.

Lama berahi pada kambing 24-45 jam.  Berahi akan terulang lagi sekitar 19 hari kemudian (apabila tidak dikawinkan atau gagal bunting).
Siklus berahi pada babi mencapai 19-23 hari, dengan rata-rata 21 hari, berahi berlangsung antara 1-4 hari, dengan rata-rata 2-3 hari.
Salah satu faktor yang penting dalam perkawinan adalah deteksi berahi, oleh karena itu pengetahuan tentang tanda-tanda berahi, siklus berahi dan ovulasi menjadikan hal yang penting untuk dikuasai. 
Secara umum deteksi berahi pada ternak dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu :
  1. Tradisional; yaitu pengamatan berahi didasarkan pada timbulnya berahi secara alami, tanpa adanya campur tangan manusia
  2. Semi tradisional; telah ada campur tangan manusia, misalnya menggunakan pejantan pengusik.  Umumnya dilakukan oleh peternak yang memiliki jumlah ternak diatas 10 ekor.
  3. Modern; pengamatan telah menggunakan peralatan dan telah mengikutsertakan manusia dalam pengamatannya.



C.  Perkawinan
Perkawinan merupakan bagian dari rentetan kegiatan dalam proses reproduksi.  Perkawinan adalah suatu usaha untuk memasukkan sperma ke dalam alat kelamin betina.
Perkawinan yang lazim digunakan pada ternak ada dua, yaitu :
a.  Perkawinan Alam
Perkawinan hanya mungkin terjadi antara ternak jantan dengan ternak betina yang berahi, dimana ternak betina mau menerima ternak jantan.  Perkawinan alam ini tidak diragukan keberhasilannya, karena semen yang diejakulasikan tanpa pengenceran dan didesposisikan pada “portiovaginalis services” atau mulut servic.

b.  Perkawinan buatan (kawin suntik /IB)
Semen dimasukkan kedalam saluran reproduksi betina dengan menggunakan alat buatan manusia.  Perkawinan memungkinkan pertemuan spermatozoa dengan sel telur, sehingga perlu diperhatikan saat-saat ovulasi pada hewan betina agar perkawinan tepat pada waktunya.

Ada tiga macam perkawinan yang dapat terjadi pada ternak, yaitu:
a.  In breeding, adalah perkawinan yang dilakukan antar saudara yang
     mempunyai hubungan keturunan dekat
b.  Grading up, adalah perkawinan antara pejantan unggul dengan sapi
     lokal yang diarahkan pada keturunan pejantan
c. Cross breeding, adalah perkawinan antara dua bangsa yang telah
     diketahui dengan seksama masing-masing kemampuan produksinya.

Cara pengaturan perkawinan dapat dilakukan dengan pengaturan sepenuhnya oleh manusia yang disebut “hand matting”, yaitu pemeliharaan sapi jantan dan betina dipisah, apabila ada betina yang berahi baru diambilkan pejantan untuk mengawininya, atau dilakukan Inseminasi Buatan (IB).  Cara lain adalah “pastura matting”, yaitu sapi-sapi jantan dan betina dewasa pada musim kawin dilepas bersama-sama.  Apabila terdapat sapi yang berahi, tanpa campur tangan manusia atau pemilik akan terjadi perkawinan.
Untuk melaksanakan perkawinan perlu diperhatikan waktu yang setepat-tepatnya agar sapi betina dapat menjadi bunting atau terjadi konsepsi.  Saat optimum untuk terjadinya konsepsi pada ternak sapi adalah pertengahan estrus sampai akhir estrus.

Jika terlihat gejala berahi pagi hari, maka inseminasi/perkawinan harus dilakukan paling lambat sore hari itu juga.  Apabila terlihat gejala berahi pada sore hari, maka perkawinan paling lambat dilakukan esok hari berikutnya.  Waktu perkawinan/inseminasi pada sapi  dianjurkan tidak melebihi 4 jam sebelum ovulasi berakhir.

Sistem perkawinan pada ternak domba/kambing selama ini adalah perkawinan secara alam, sedangkan perkawinan secara IB belum lazim dilaksanakan.  Secara ekonomis perbandingan jumlah ternak jantan sebaiknya setiap ekor pejantan untuk 20-25 ekor betina.
Dengan manajeman perkawinan yang baik, ternak domba dan kambing dapat melahirkan setiap 8 atau 9 bulan sekali.  Hal ini dapat dicapai dengan penyapihan anak pada umur 3-4 bulan, walaupun pada umur dua bulan induk sudah dapat dikawinkan kembali.
Waktu yang baik untuk mengawinkan domba/kambing adalah 12-18 jam setelah terlihat tanda-tanda pertama berahi.  Betina yang berahi disarankan dicampur dengan pejantaan dalam satu kandang, untuk menghindari kegagalan perkawinan.
Pada babi betina, perkawinan dapat dilakukan antara 12-30 jam setelah tampak estrus, tetapi untuk babi induk yang durasi estrus sampai terjadinya ovulasi lebih panjang, maka saat perkawinan dapat dilakukan 18-36 jam setelah estrus tampak.
Babi jantan dewasa (umur lebih dari 10 bulan) dapat dikawinkan 6 kali perminggu tanpa menunjukkan kejelekan fertilitas, sedangkan pada  pejantan muda (umur 6-7 bulan) dimana testisnya masih kecil dikawinkan 2 kali perminggu.
Babi induk setelah anaknya disapih dapat dipercepat estrusnya bila kontak langsung dengan pejantan.  Pengandangan induk yang menyusui dekat pejantan juga dapat mempercepat estrus.
Setelah pejantan muda mencapai pubertas (umur 6-10 bulan) harus dikandangkan dekat dengan kandang babi dara atau induk.  Hasil penelitian menunjukkan bahwa babi jantan yang terisolir dari babi dara atau induk menyebabkan service performannya tertekan dan akhirnya penggunaan pejantan untuk mengawini betina juga terlambat.   Oleh karena itu disarankan pemeliharaan babi pejantan muda bersama-sama dengan babi dara atau induk yang dalam kategori aktif untuk tujuan dipotong.



No comments:

Post a Comment