A. Pubertas
Proses reproduksi pada ternak baru dapat berlangsung sesudah ternak
tersebut mencapai dewasa kelamin, atau biasa disebut dengan pubertas. Pubertas adalah suatu indikator bahwa hewan
sudah mempunyai kemampuan untuk kawin.
Pubertas terjadi sebelum seekor ternak mencapai dewasa tubuh atau body maturity yang dicapai apabila bobot
badan sudah mencapai 50-70 persen dari bobot badan dewasa.
Pada ternak jantan, pubertas dicapai apabila androgen dan sperma
telah diproduksi, organ-organ reproduksi telah masak, penis telah terbebas dari
selubung dan ternak tersebut mengawini betina dan betina tersebut dapat
bunting.
Pada ternak betina pubertas adalah umur dimana terjadi berahi
pertama disertai dengan ovulasi secara spontan.
Satu atau lebih ovulasi tenang dapat terjadi sebelum ternak betina
menunjukkan tanda-tanda berahi yang berhubungan dengan ovulasi. Frekuensi ovulasi tenang ini sangat
tergantung dari efisiensi estrus secara luas.
Umur berahi pertama pada ternak betina bervariasi, pada umumnya
disebabkan karena perkawinan dan perbedaan laju pertumbuhan.
Diantara banyak faktor yang mempengaruhi umur tercapainya pubertas
adalah bangsa ternak dan keadaan pakan atau nutrisi. Pada tingkat nutrisi yang rendah dan laju
pertumbuhan yang lambat, pubertas dapat terhambat beberapa minggu, sedang tingkat
konsumsi nutrisi yang tinggi akan mempercepat pubertas. Musim dapat pula mempengaruhi tercapainya
umur pubertas.
Pada sapi-sapi potong yang ada di Indonesia , pubertas terjadi pada
umur antara 11 – 15 bulan. Untuk
sapi-sapi Zebu biasanya terjadi pada umur 18 – 24 bulan, pada sapi-sapi Eropa
dicapai pada umur 16 – 18 bulan.
Pubertas babi jantan dicapai pada umur 5 – 8 bulan, babi jantan muda
sebaiknya dibiarkan mencapai umur 8-9 bulan sebelum dipakai untuk mengawini
betina. Seekor babi betina mencapai
pubertas pada umur sekitar 5 -8 bulan, dan umur yang dianjurkan untuk
perkawinan pertamanya adalah 8-10 bulan.
Domba dan kambing mencapai pubertas tergantung pada bangsanya, pada
umumnya umur 6 – 8 bulan. Ternak jantan
sebaiknya mulai dipakai sebagai pemacek diatas satu tahun.
B. Estrus atau berahi pada ternak
Sejak tercapainya pubertas, terjadilah berahi pada ternak yang tidak
bunting, menurut suatu siklus yang ritmis dan khas bagi jenis-jenis ternak
tertentu. Interval antara satu periode
estrus ke periode berikutnya disebut siklus estrus. Sapi, kerbau, domba, kambing dan babi
termasuk hewan poli estrus, karena siklus estrusnya berkesinambungan; musim
atau iklim tidak mempengaruhi terjadinya siklus estrus ini. Pada ternak jantan, siklus berahi tidak ada,
pada umumnya pejantan selalu bersedia menerima ternak betina untuk aktivitas
reproduksi.
Perkawinan dapat berhasil apabila ternak betina yang dikawinkan
dalam keadaan berahi (estrus). Estrus
adalah suatu fase dalam siklus berahi dimana ternak betina bersedia atau mau
menerima pejantan untuk aktifitas reproduksi.
Adapun tanda-tanda munculnya estrus pada ternak adalah :
- Ternak tampak gelisah
- Nafsu makan turun
- Mencoba menunggangi dan diam bila
dinaiki ternak lain
- Sering mengibas-ngibaskan ekor dan
sering kencing
- Vulva kelihatan bengkak, merah dan
hangat
- Keluar lendir transparan dari
servik yang mengalir melalui vulva dan vagina.
Dibandingkan dengan ternak sapi, tanda-tanda berahi pada kerbau
hampir tidak diketahui dan sulit ditentukan.
Cara yang paling tepat untuk menentukan apakah berbau betina tersebut
berahi atau tidak dapat digunakan kerbau jantan untuk mendeteksinya. Tanda-tanda berahi yang tidak nyata tersebut
tidak menyulitkan peternak, karena perkawinan kerbau pada umumnya berlangsung
di padang
penggembalaan dimana kerbau jantan leluasa memilih betina-betina yang sedang
berahi.
Lama berahi dan siklus berahi pada berbagai jenis ternak
berbeda-beda. Untuk ternak sapi siklus
berahi datang sekali dalam 18-24 hari, dengan rata-rata 21 hari, sedang lama
berahi berkisar 6-30 jam, dengan rata-rata 17 jam dan ovulasi terjadi 9-11 jam
setelah selesainya estrus.
Kerbau betina memperlihatkan siklus berahi yang normal selama kurang
lebih tiga minggu. Di Indonesia, siklus
berahi pada kerbau Lumpur berkisar antara 17-29 hari, dengan rata-rata 21,53
hari. Lama berahi ternak kerbau lebih
lama daripada sapi, yaitu berkisar antara 24-36 jam, dengan rata-rata 17,65
jam.
Lama siklus berahi normal pada domba berkisar antara 14-19 hari,
dengan rata-rata 17 hari, lama berahi pada domba-domba lokal di Indonesia
berkisar antara 24-48 jam, dengan rta-rata 35,5 jam.
Lama berahi pada kambing 24-45 jam.
Berahi akan terulang lagi sekitar 19 hari kemudian (apabila tidak
dikawinkan atau gagal bunting).
Siklus berahi pada babi mencapai 19-23 hari, dengan rata-rata 21
hari, berahi berlangsung antara 1-4 hari, dengan rata-rata 2-3 hari.
Salah satu faktor yang penting dalam perkawinan adalah deteksi
berahi, oleh karena itu pengetahuan tentang tanda-tanda berahi, siklus berahi
dan ovulasi menjadikan hal yang penting untuk dikuasai.
Secara umum deteksi berahi pada ternak dapat dilakukan dengan tiga
cara, yaitu :
- Tradisional; yaitu pengamatan
berahi didasarkan pada timbulnya berahi secara alami, tanpa adanya campur
tangan manusia
- Semi tradisional; telah ada campur
tangan manusia, misalnya menggunakan pejantan pengusik. Umumnya dilakukan oleh peternak yang
memiliki jumlah ternak diatas 10 ekor.
- Modern; pengamatan telah
menggunakan peralatan dan telah mengikutsertakan manusia dalam
pengamatannya.
C. Perkawinan
Perkawinan merupakan bagian dari rentetan kegiatan dalam proses
reproduksi. Perkawinan adalah suatu
usaha untuk memasukkan sperma ke dalam alat kelamin betina.
Perkawinan yang lazim digunakan pada ternak ada dua, yaitu :
a. Perkawinan
Alam
Perkawinan hanya mungkin terjadi antara ternak jantan dengan ternak
betina yang berahi, dimana ternak betina mau menerima ternak jantan. Perkawinan alam ini tidak diragukan
keberhasilannya, karena semen yang diejakulasikan tanpa pengenceran dan
didesposisikan pada “portiovaginalis
services” atau mulut servic.
b. Perkawinan
buatan (kawin suntik /IB)
Semen dimasukkan kedalam saluran reproduksi betina dengan
menggunakan alat buatan manusia.
Perkawinan memungkinkan pertemuan spermatozoa dengan sel telur, sehingga
perlu diperhatikan saat-saat ovulasi pada hewan betina agar perkawinan tepat
pada waktunya.
a. In breeding, adalah perkawinan yang dilakukan antar saudara yang
mempunyai hubungan keturunan dekat
b. Grading up, adalah perkawinan antara
pejantan unggul dengan sapi
lokal yang diarahkan pada keturunan
pejantan
c. Cross
breeding, adalah perkawinan antara dua bangsa yang telah
diketahui dengan seksama masing-masing
kemampuan produksinya.
Cara pengaturan perkawinan dapat dilakukan dengan pengaturan
sepenuhnya oleh manusia yang disebut “hand
matting”, yaitu pemeliharaan sapi jantan dan betina dipisah, apabila ada
betina yang berahi baru diambilkan pejantan untuk mengawininya, atau dilakukan
Inseminasi Buatan (IB). Cara lain adalah
“pastura matting”, yaitu sapi-sapi
jantan dan betina dewasa pada musim kawin dilepas bersama-sama. Apabila terdapat sapi yang berahi, tanpa
campur tangan manusia atau pemilik akan terjadi perkawinan.
Untuk melaksanakan perkawinan perlu diperhatikan waktu yang
setepat-tepatnya agar sapi betina dapat menjadi bunting atau terjadi
konsepsi. Saat optimum untuk terjadinya
konsepsi pada ternak sapi adalah pertengahan estrus sampai akhir estrus.
Jika terlihat gejala berahi pagi hari, maka inseminasi/perkawinan
harus dilakukan paling lambat sore hari itu juga. Apabila terlihat gejala berahi pada sore
hari, maka perkawinan paling lambat dilakukan esok hari berikutnya. Waktu perkawinan/inseminasi pada sapi dianjurkan tidak melebihi 4 jam sebelum
ovulasi berakhir.
Sistem perkawinan pada ternak domba/kambing selama ini adalah
perkawinan secara alam, sedangkan perkawinan secara IB belum lazim
dilaksanakan. Secara ekonomis
perbandingan jumlah ternak jantan sebaiknya setiap ekor pejantan untuk 20-25
ekor betina.
Dengan manajeman perkawinan yang baik, ternak domba dan kambing
dapat melahirkan setiap 8 atau 9 bulan sekali.
Hal ini dapat dicapai dengan penyapihan anak pada umur 3-4 bulan,
walaupun pada umur dua bulan induk sudah dapat dikawinkan kembali.
Waktu yang baik untuk mengawinkan domba/kambing adalah 12-18 jam
setelah terlihat tanda-tanda pertama berahi.
Betina yang berahi disarankan dicampur dengan pejantaan dalam satu
kandang, untuk menghindari kegagalan perkawinan.
Pada babi betina, perkawinan dapat dilakukan antara 12-30 jam
setelah tampak estrus, tetapi untuk babi induk yang durasi estrus sampai
terjadinya ovulasi lebih panjang, maka saat perkawinan dapat dilakukan 18-36
jam setelah estrus tampak.
Babi jantan dewasa (umur lebih dari 10 bulan) dapat dikawinkan 6
kali perminggu tanpa menunjukkan kejelekan fertilitas, sedangkan pada pejantan muda (umur 6-7 bulan) dimana
testisnya masih kecil dikawinkan 2 kali perminggu.
Babi induk setelah anaknya disapih dapat dipercepat estrusnya bila
kontak langsung dengan pejantan.
Pengandangan induk yang menyusui dekat pejantan juga dapat mempercepat
estrus.
Setelah pejantan muda mencapai pubertas (umur 6-10 bulan) harus
dikandangkan dekat dengan kandang babi dara atau induk. Hasil penelitian menunjukkan bahwa babi
jantan yang terisolir dari babi dara atau induk menyebabkan service
performannya tertekan dan akhirnya penggunaan pejantan untuk mengawini betina
juga terlambat. Oleh karena itu disarankan
pemeliharaan babi pejantan muda bersama-sama dengan babi dara atau induk yang
dalam kategori aktif untuk tujuan dipotong.
No comments:
Post a Comment